Karen Arsmtrong mengungkapkan Islam saat ini mirip seperti Amerika Serikat. Sejarawan terkemuka dan penulis buku Sejarah Tuhan ini menjelaskan bahwa Islam dimusuhi banyak pihak, terus-menerus menjadi objek kritik dan stereotip karena Islam merupakan sebuah kekuatan yang besar.
Statemen ini diungkapkan oleh Armstrong dalam sebuah sesi wawancara dengan media Spanyol, El Mundo, pada tanggal 21 Februari lalu. Armstrong menekankan bahwa kebencian kepada Islam yang terjadi di Eropa dan dunia Barat secara umum, adalah hasil dari miskonsepsi yang terjadi pada masyarakat Barat selama berabad-abad.
Armstrong menguraikan miskonsepsi yang terjadi di kalangan Barat yang selalu mengasosiasikan Islam dengan ajaran kekerasan dan perang. Penggunaan ayat Quran untuk seruan Jihad sebagai aksi kekerasan fisik, menurut pengamatannya, tidak terjadi sampai 400 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Saat itu umat Muslim terancam serangan dari dua arah, Barat (ancaman perang Salib) dan Timur (ancaman dari Mongol). Sejak saat itu ayat mulai menjadi justifikasi untuk menggerakkan orang berperang, karena situasinya adalah perang atau peradaban Islam terancam musnah jika kalah.
Dalam sebuah artikelnya, Azyumardi Azra juga menyajikan uraian Arsmtrong dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan di Hamad bin Khalifa University (HBKU), Qatar pada 2 Februari 2020. Uraian Azra mengkonfirmasi tesis Armstrong di atas, bahwa miskonsepsi yang terjadi di Barat telah terjadi sejak abad ke-11, yang disebutnya sebagai “perjumpaan konfrontatif”.
“Ini bermula dengan pertemuan konfrontatif antara Eropa dan Islam melalui Perang Salib yang pertama kali terjadi pada 1096 dan terus berlanjut secara selang seling sampai berakhir pada 1492. Dalam pertemuan keras itu jelas pengetahuan masyarakat Eropa tentang Islam sangat sedikit dan dangkal”. Ungkap Armstrong, sebagaimana dikutip oleh Azra.
Dari situ, Armstrong memberi kiasan menarik. Ia mengumpamakan Islam seperti Amerika Serikat. Saat ini, orang membenci Amerika Serikat karena ia adalah kekuatan dunia yang hebat. Kita cenderung membenci hal-hal yang sebenarnya ingin kita lihat dalam diri kita sendiri, ungkap Arsmtrong.
Lebih jauh, menurut Armstrong, pengetahuan sebagian orang barat tentang dunia Islam dan Muslim, sangat diwarnai mispersepsi dan inakurasi digambarkan sebagai agama kekerasan yang dianut orang-orang sesat/kafir oleh Kristen Eropa saat itu. Salah persepsi tentang Islam dan Muslim terus bertahan dan bahkan sampai melintasi masa modern dan kontemporer. Kali ini makin meningkat karena terkait masalah ekonomi dan politik.
Belakangan ini, tren Islamofobia di berbagai belahan dunia sedang meningkat. Akan tetapi, berbeda dengan kasus di awal tahun 2000-an di mana Islamofobia terjadi akibat kasus terorisme – seperti tragedi 9/11 dan jejaring terorisme seperti Al-Qaeda dan Taliban, kali ini tren Islamofobia muncul dalam bentuk sentimen politik dalam bingkai negara (nation-state) dan kebijakannya terhadap warga sipil.
Kasus terkini adalah penyerangan besar-besaran warga Hindu yang mentarget warga Muslim di India. Tragedi ini terjadi akibat hasil dari kontroversi UU Kewarganegaraan yang mengeksklusi imigran yang beragama Islam untuk mendapatkan status kewarganegaraan India. UU ini didukung oleh BJP, partai nasionalisme Hindu India. Tragedi ini telah merenggut setidaknya 53 nyawa warga yang meninggal akibat kerusuhan penyerangan yang mentarget masjid dan pemukiman warga Muslim.