
Suatu saat, ketika berkunjung ke sebuah kedai kopi, saya ngobrol dengan seorang laki-laki. Ia cerita bahwa dirinya terkena penyakit sipilis karena sering jajan di tempat pelacuran.
Terus, saya tanya :”Apa mas sekarang sudah berhenti jajan?”
“Tidak” jawabnya sambil menghela nafas,”aku tahu apa yang aku lakukan adalah dosa tetapi hasratku selalu tak terbendung, selalu ingin mengulangi” lanjutnya.
Saya juga mempunyai seorang teman yang sangat hobi selingkuh.
Padahal, istrinya di rumah, cantik jelita, berkulit putih.
Sekali waktu saya bilang padanya :”Bro, berhentilah selingkuh, kasihan istrimu di rumah..!” dengan nada berkelakar dia menjawab :”ora iso ris (Tidak bisa, Ris), kalau liat cewek cantik hasratku selalu tumbuh”
“Terus perasaan istrimu gimana?” tanya saya.
“Kasihan sebenarnya, tapi bagaimana lagi” jawab dia.
Dua contoh di atas menandaskan bahwa manusia begitu rupa tertatih-tatih meratai bumi sambil memanggul dosa.
Manusia sangat mudah terjebak untuk berbuat dosa dan terus mengulangi, betapapun ada suara hati untuk berhenti. Manusia makhluk yang rapuh.
Dosa selalu memanggil-manggil manusia, membisikkan rayuan manis di telinga.
Ia seolah berkata mesra :”duh, peluk dan cumbui aku”. Bisikan dosa itu membuat adrenalin meningkat, tubuh menahan gigil. Mengulangi dosa tampak indah, tampak nikmat. Kotbah agama menjadi layu.
Sekali waktu, kita juga kerap mendengar seorang kyai, ustadz atau habib mencabuli santri atau muridnya. Padahal, kyai, ustadz, atau habib itu adalah orang yang sangat paham agama. Sering berkotbah malahan.
Ilmu agama yang dikuasai para kyai, ustadz atau habib itu tak kuasa melawan rayuan untuk berbuat dosa. Bukan ilmunya yang keliru, tetapi manusianya yang selalu rindu untuk memeluk dosa.
Meskipun demikian, bukan berarti manusia tidak merasa bersalah saat berbuat dosa. Namun, rasa bersalahnya takluk oleh rasa nikmat yang diiming-iming oleh dosa.
“Hey, dosa kau memang begitu indah”
Oleh karena manusia begitu rapuh, ia butuh petunjuk, butuh cahaya. Bukankah manusia buta tanpa cahaya?
Para nabi dan orang-orang suci hadir untuk menjadi cahaya itu, yang penuh cinta menuntun manusia untuk lepas dari dosa.
Demikian pula Ramadhan, ia hadir juga untuk menuntun manusia agar lepas dari dosa. Puasa yang dijalani dengan sungguh-sungguh akan membuat reda gejolak dan dengus nafsu.
“Heyy kamu, dosa terindah berhentilah merayu, berhentilah merujuk aku sudah jemu” demikian suara nafsu yang sudah menanjak-menaik menjadi nafsu muthmainah. Nafsu yang sudah tunduk pada cahaya, bukan pada dosa. Ia berselingkuh dari dosa.