Melihat saya ngesyer video sidak ke sel mewah Ustaz Luthfi Hasan Ishaq, beberapa kawan merespons: “Lho yang busuk memang sistemnya, toh yang berkamar mewah bukan cuma LHI. Kenapa yang kau pasang cuma LHI?”
Nah, ini sudah kembali ke pola lama ketika kalimat-kalimat template muncul: “Kenapa yang dibesar-besarkan cuma korupsi PKS? Bukannya PDIP lebih korup? Jadi kamu itu benci PKS apa benci Islam?”
Dulu, saya pernah menulis soal itu. Jalan marketing berbasis akhlak memang berat. Yang disorot oleh “konsumen” bukan lagi sebatas produk yang ditawarkan oleh si penjaja, melainkan juga kualitas moral si penjaja tersebut. Itulah yang menyebabkan tuntutan tanggung jawab kepada PKS lebih besar ketimbang kepada PDIP.
(Analisis marketing tersebut ada di salah satu tulisan di dalam buku Out of The Lunch Box #OOTLB, makanya beli, eh, baca.)
Nah, sekarang, ketika sel mewah LHI terbongkar, tiba-tiba banyak orang bilang “Lho yang lain kan sama saja to?”
Eits, masalahnya tidak sesederhana itu, Bung. Bahwa Setnov korup semua sepakat. Akil Mochtar nyolong semua setuju. Tapi bahwa LHI maling duit negara, tidak semua setuju.
Banyak pendukungnya yang yakin dia cuma korban fitnah dan konspirasi dalam menghancurkan PKS dan mengerdilkan kekuatan umat Islam.
Ya kan? Ingat nggak? Mosok mau pura-pura lupa?
Nah, setelah kamar mewah Pak Ustaz terbuka dan bisa dilihat siapa saja, masihkah antum yakin bahwa beliau cuma korban fitnah belaka?
Iya, saya paham, fakta itu tidak cukup jadi bukti bahwa beliau korupsi. Tapi setidaknya tampak nyata bahwa LHI bukan sosok lugu bersih dan suci sebagaimana yang diyakini sebagian orang selama ini hehe.
Tapi kalau tetap yakin beliau tanpa cela sih ya udah gapapa, ane nyerah aja. Thanksbye.