Saat Rasulullah saw. berkumpul dengan para sahabatnya, tiba-tiba datanglah seorang kakek. Badannya kuyu dan terlihat seperti menahan lapar. Tangannya gemetaran sambil memegangi tongkatnya. Kemudian orang tua tersebut berkata ”Wahai, Rasulullah, daya sangat lapar. Tolonglah saya. Dan saya tidak punya pakaian kecuali yang menempel di badan sekarang.” Mendengar hal tersebut Rasulullah merasa iba, tetapi beliau sedang tidak punya apa. Kemudian dengan lemah lembut Rasulullah berkata, ”Maaf, pak. Tidak ada yang dapat kuberikan saat ini. Sebaiknya datanglah kepada anak saya, Fatimah. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa diberikan olehnya.”
Sejenak kemudian kakek tuat tersebut bergegas ke rumag Fatimah. Sesampainya di depan rumah kakek tersebut berkata, ”Wahai putri Rasulullah. Aku lapar sekali. Aku disuruh menemuimu oleh ayahmu.Apakah engkau punya sedekah untukku?” Mendengar perkataan tersebut Fatimah menjadi bingung. Hari itu ia sama sekali tidak memiliki barang yang bisa disedekahkan. Setelah berfikir sejenak, ada barang yang dianggapnya masih lumayan berharga, yaitu selembar kulit kambing yang biasa dipakai sebagai alas tidur anaknya, Hasan dan Husain. Maka segeralah fatimah mengambil barang tersebut lalu diberikaannya kepada Pak Tua.
Melihat pemberian Fatimah , Pak Tua justru bingung. Ia merasa sangat lapar, kenapa fatimah memberikannya selembar kulit kambing. ”Wahai Putri Rasulullah, apakah kulit kambing itu dapat mengenyangkan perutku?” tanyanya. Mendengar hal itu Fatimah tidak bisa menjawab. Kemudian dirinya kembali masuk ke dalam rumah. Dicarilah benda yang bisa disedekahkan. “ Mengapa ayahku mengirimkan orang ini kepadaku, padahal Ayahtahu kondisiku?” fikir Fatimah dalam hati.
Tiba-tiba Fatimah ingat seuntai kalung pemberian bibinya, Fatimah Binti Abdul Muthalib. Buru-buru diambilnya benda itu dari dalam kotak simpanannya, lalu diserahkan kepada si kakek. Orang itu terbelalak melihat benda yang kini digenggamnya. Begitu indah. “Pasti mahal harganya,” pikir Pak Tua. Dengan suka cita PAk Tua kembali menemui Rasulullah. Diperlihatkannya kepada beliau kalung emas pemberian Fatimah. Rasulullah hanya berdoa, ”Semoga Allah membalas keikhlasannya.”
Kebetulan saat itu ada Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Nabi yang kaya raya.”Wahai, bapak tua. Apakah Anda akan mau menjual kalung itu kepadaku?” ujar Abdurahman bin Auf. Mendengar pertanyaan itu si Kakak Tua kemudian menoleh kepada Nabi seperti ingin meminta izin.”Bolehkah saya jual, Ya Rasul?” kata Kakek Tua itu. Rasulpun kemudian memperbolehkannya. Maka terjadilah transaksi. Sahabat Abdurahman bin Auf memberikan beberapa potong roti dan daging serta biaya kepulangan dan seekor unta.
Selang beberapa hari kemudian Saham, seorang budak Abdurrahman bin Auf menghadap rasululah, Dengan membawa kalung yang dibeli dari orang tua itu ia berkata,” Wahai rasulullah, saya datang kemari diperintahkan Tuan Abdurrahman bin Auf untuk menyerahkan kalung ini untukmu, dan diri saya sebagai budak diserahkannya kepadamu.” Mendengar perkataan Saham Rasulullah tersenyum dan, ”Kuterima pemberian kalung itu. Tapi sekarang pergilah kamu ke rumah Fatimah, anakku. Tolong serahkan kalung itu kepadanya. Juga dirimu kuberikan kepada Fatimah.”
Tak lama kemudian Saham pergi mendatangi Fatimah. Ia kemudian menceritakan apa yang diucapkan kepada Rasulullah berikut dengan pesannya. Mendengar hal tersebut,Fatimah merasa sangat lega. Kemudian disimpan kembali kalung itu di tempat semula. Akhirnya Fatimah berkata pada Saham,”Engkau sekarang telah menjadi hakku karena itu, engkau telah kubebaskan. Maka semenjak hari ini engkau kembali menjadi orang merdeka.”