Beberapa tahun belakangan, fenomena “hijrah” dan kesadaran beragama semakin meningkat. Mulai dari orang-orang di sekitar kita, para artis hingga musisi. Fenomena ini tentu saja baik, karena makin banyak orang yang aware pada agama. Namun di sisi lain juga menimbulkan kekhawatiran jikalau salah pilih cara hijrah.
Terlebih dengan adanya kemudahan mengakses informasi, banyak orang yang kemudian hanya belajar Islam melalui internet dan ustadz-ustadz YouTube saja. Tanpa berguru langsung, apalagi belajar di pesantren.
Parahnya, banyak yang kemudian merasa paling Islami meskipun hanya belajar Islam melalui internet. Efeknya, mereka hanya memandang Islam dari kacamata halal dan haram saja. Padahal Islam tidak hanya soal halal dan haram, tapi juga soal akhlak.
“Jangan semata-mata halal haram, tapi juga akhlak dan ma’ruf (baik menurut adat, kebiasaan, dan kemanusiaan),” ucap Habib Husein Ja’far al-Hadar dalam acara Kajian Rumahan (komunitas kajian keislaman dwi mingguan yang bertempat di daerah Bintaro, Tangerang Selatan) di Bukanagara Coffee, Sudirman (18/10).
Kajian-kajian yang dilaksanakan oleh Kajian Rumahan diampu langsung oleh ustadz-ustadz yang mumpuni berdasarkan rekomendasi dari Cariustadz[dot]id, sebuah aplikasi yang memudahkan semua orang untuk mencari ustadz-ustadz yang moderat dan ahli di bidang keilmuan Islam.
Islam akan terlihat sangat sempit apabila hanya dipandang dari halal dan haram saja, karena bisa berujung pada saling menyalahkan. Padahal suatu perkara saja bisa beragam hukumnya jika dipandang dari berbagai perbedaan pendapat ulama.
Habib Husein juga mengatakan bahwa agama tidak bersifat kognitif, karena ada aspek cinta dan akhlak. Oleh karena itu, belajar di pesantren berbeda dengan belajar di sekolah. Seseorang yang nyantri bukan hanya belajar Islam secara kognnitif, melainkan ada aspek cinta, akhlak, rasa, dan hati, sehingga tidak ada santri yang berani berbuat tidak wajar kepada kyainya betapapun kyainya salah, karena ada aspek adab dalam dirinya.
Seseorang tidak dapat dikatakan pintar apabila tak punya akhlak yang baik. “Output dari ilmu adalah akhlak. Kalau cuma menghafal, itu bukan ilmu, tapi google. Ilmu adalah yang dilakukan bukan dihapal,” lanjut Habib Husein.
Kalau sekadar berilmu, robot dan google pun berilmu, maka yang membedakan manusia dengan robot adalah akhlak. Begitu pula Islam, Islam tak sekadar halal dan haram, melainkan juga akhlak. Bahkan tujuan Rasulullah SAW diutus pun untuk menyempurnakan akhlak manusia, bukan berhenti di perkara halal dan haram.
Mengenai belajar Islam melalui media online, Habib Husein memberikan tips memilih informasi di media online, perhatikan informasi tersebut, kata kuncinya adalah soul, cinta, rahmat, akhlak. Tidak hanya berhenti pada informasinya, tapi pada apa yang ada di baliknya. Jadi, pilihlah media, pilihlah ustadz-ustadz yang di balik penyampaian informasinya mengandung cinta, rahmat dan akhlak.
Wallahu a’lam bisshawab