
Bukan netizen Indonesia jika tidak ‘ribut’ dan “heboh” di media sosial. Segala hal direspon dengan beragam tanggapan, mulai saran, kritikan bahkan cacian dan bahkan ada sampai ke level ancaman.
Tagar #KaburAjaDulu menghiasi media sosial terutama X atau twitter beberapa hari terakhir. Ribuan cuitan warganet semakin mengukuhkan posisi tinggi #KaburAjaDulu di mesin pencarian baik X ataupun ulasan di google. Tagar ini pun mendapat banyak respon, baik dari kalangan Gen Z, WNI di luar negeri dan tentu para pemangku kebijakan.
Beberapa menteri dari Kabinet Merah Putih, besutan Presiden Prabowo Subianto, nampak wajah mereka hilir mudik di layar kaca memberikan tanggapan. Dan tentu seperti yang kita tahu, jawaban dari mereka sepertinya tidak ada yang memberikan solusi dari Tagar #KaburAjaDulu. Bahkan ada yang hanya menanggapi dengan seloroh. Seperti Wakil Menteri Tenaga Kerja Emanuel Ebinezer atau Bang Nuel. Bang Nuel saat ditanya oleh wartawan terkait ramainya tagar tersebut malah memberikan jawaban bahwa anak muda ataupun WNI yang “kabur” ke luar negeri kalau perlu tidak usah kembali.
Tentu sangat disayangkan jika ada pejabat yang dengan enteng bahkan bercanda terkait situasi sosial dan ekonomi yang saat ini tengah melanda negeri tercinta. Apalagi dalam 100 hari kerja Prabowo-Gibran, banyak di antara menteri yang dianggap belum bekerja dengan baik.
Kabur Aja Dulu dan Relevansinya dengan Hijrah
Data Sistem Informasi Manajemen dan SDM, Kementrian Luar Negeri, Tahun 2022 menunjukkan bahwa ada kurang lebih 3.011.202, warga negara Indonesia yang saat ini berada di luar negeri, di antaranya menjadi pekerja, ikut suami atau istri dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Sementara itu dari data Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumhan disebutkan bahwa ada 3.912 warga Indonesia yang berumur antara 25-35 tahun memilih menjadi warga negara Singapura dari rentang tahun 2019-2022. Tentu ini adalah data yang cukup siginifikan.
Fenomena ‘Hijrah’ ini tentu bisa dilihat bukan hanya dari sudut pandang sosial, tapi lebih dari itu ada yang menetap di luar negeri karena faktor keamanan, kenyamanan dan tersedianya berbagai fasilitas yang bisa dipakai untuk mempermudah akitivitas sehari-hari. Mencari rasa aman dan kenyaman di luar negeri adalah “sunnah” sahabat yang pernah di lakukan pada masa lalu, ketika beberapa sahabat Nabi bepergian ke daerah Habasyah (Ethiopia saat ini).
Kabur Aja Dulu ala Sahabat Nabi
Pada masa-masa awal Islam dan situasi di dalam negeri Mekah belum stabil karena adanya tekanan dan intimidasi, serta adanya boikot perdagangan oleh kaum Quraisy, maka Nabi Muhammad SAW memberikan arahan agar beberapa sahabat melakukan hijrah ke negeri Habasyah. Menurut Tarikh at-Thabari, Jilid 3, halaman 873 disebutkan bahwa, pada saat itu jumlah sahabat yang Hijrah dan jika dikaitkan dengan konteks Indonesia saat ini, ‘Kabur Aja Dulu’ , berjumlah 12 orang pada fase pertama dan menjadi 83 orang pada fase kedua.
‘Kabur Aja Dulu’ yang dilakukan oleh para sahabat Nabi adalah respon terhadap situasi yang terjadi di Mekah. Pada saat itu, Kaum Quraisy sebagai mayoritas, bertindak sewenang-wenang kepada kaum muslimin yang minoritas. Meskipun pada saat itu Nabi Muhammad juga bagian dari Kaum Quraisy namun karena kritikan Nabi terhadap struktur sosial juga strata sosial maka ia pun mendapatkan diskriminasi yang sama dengan sahabat-sahabatnya. ‘Zona nyaman’ kaum Quraisy yang terusiklah yang menyebabkan adanya Hijrah tersebut.
Kabur Aja Dulu ala Warga Indonesia
Jika melihat cuitan warga indonesia di X banyak di antara mereka yang bercerita pengalamannya yang ‘Fun and Fine’ di luar negeri dan tidak sedikit yang bahkan membuat tutorial menetap di luar negeri. Di antara beberapa negara yang menjadi ‘role’ untuk ‘kabur’ seperti Jepang, Belanda, Qatar dan Jerman.
Mengapa banyak yang ingin ‘kabur’ ke luar negeri? Ini adalah pertanyaan yang sering muncul terkait fenomena banyaknya warga Indonesia yang betah kerja di luar negeri. Gaji yang lebih tinggi, keamanan serta kenyamanan bekerja misalnya adalah hal yang dijadikan alasan memilih negara luar untuk mencari cuan. Alasan gaji yang tinggi ini pula sehinggal viral salah satu Kepala Desa di Ciamis, Jawa Barat, Dodi Romdani mengundurkan diri demi kerja di Jepang. Padahal kita tahu bahwa jabatan Kepala Desa juga cukup diperhitungkan dan banyak yang rela mengeluarkan uang kampanye yang banyak demi mendapatkan kursi Kepala Desa.
Kabur Aja Dulu dan Falsafah al-Insyirah
Apa yang dilakukan oleh sebagian warga Indonesia yang bermigrasi keluar negeri tentu tidak bisa kita salahkan sepenuhnya, apalagi jika dianggap tidak nasionalis seperti yang dilontarkan oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia dalam salah satu pertemuan.
Seharusnya para pejabat kita tidak perlu memberikan komentar yang negatif, toh pekerja migran Indonesia (PMI) salah satu penyumbang penghasilan negara, berupa devisa. Mengutip dari Media Indonesia, Menteri Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (B2PMI) dalam salah satu jumpa pers mengatakan bahwa tahun ini 2025, PMI diperkirakan memberikan sumbangan devisa sekitar 436 T dan pada tahun 2024 lalu, devisa dari PMI merupakan pendapatan kedua negara setelah pajak.
Tentu ada falsafah hidup yang mesti dipegang agar hidup kita lebih baik ke depannya dan tidak itu-itu saja.
Di antara falsafah yang bisa dijadikan pegangan dalam kehidupan adalah dari Al-Quran. Falsafah al-Insyirah, misalnya, adalah pandangan hidup yang berlandaskan Al-Qur’an terkhusus pada Surah al-Insyirah. Sebagai seorang Muslim tentu berpedoman kepada Al-Qur’an adalah sebuah kewajiban tidak terkecuali jika dikaitkan dengan persoalan ekonomi. QS al-Insyirah mengajarkan kaum Muslimin agar hidup tidak pesimistis.
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ
Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan,
اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan
Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah bagian ikhtiar dalam memperbaiki perekonomian baik secara personal, regional maupun nasional. Kesulitan biaya hidup di tanah air menjadi alasan sebagian warga Indonesia akhirnya memilih keluar negeri dengan harapan gaji yang didapatkan bisa menjadikan hidup mereka lebih layak, membangun rumah yang nyaman, menyekolahkan anak dan merawat orang tua. Gaji yang memadai ini yang kemudian digunakan untuk hajat hidup keluarganya adalah implementasi dari ayat:
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ
Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).
Setelah mengumpulkan ringgit, real maupun dollar di luar negeri, maka pulanglah membangun negeri, kampung serta keluarga. Lalu adakah hubungan antara tagar #KaburAjaDulu dengan Falsafah al-Insyirah di atas? Jika menilik makna al-Insyirah yang berarti “melapangkan” dan tren tagar #KaburAjaDulu yang juga dimaknai “melapangkan” jalan keluar negeri, tentu ada keterkaitan terutama masalah ekonomi. Jika tinggal di Indonesia dianggap tidak bisa mengubah keadaan dan tentu tidak ada lapangan pekerjaan maka agar tidak terjebak dengan kesulitan hidup jalan keluarnya adalah menjadi Migran yang legal agar pekerjaannya nanti memiliki payung hukum serta bisa bekerja dengan profesional. Bekerja dengan profesional dalam agama Islam adalah bagian dari sunnah nabi melalui salah satu hadisnya:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبرني والبيهقي)
Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara profesional”. (HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334).
Jadi dengan memaknai Surah al-Insyirah tersebut di atas dan dengan tagar #KaburAjaDulu, sebagai warga negara yang baik tentu ada beberapa poin harus digarisbawahi: Pertama, bagi yang sudah bekerja, maka bekerjalah dengan profesional. Kedua, janganlah mengeluhkan pekerjaan anda saat ini, karena ada begitu banyak orang yang belum punya pekerjaan. Ketiga, Islam mengajarkan agar umatnya tidak pesimistis dalam menjalani hidup. Keempat, keluar negeri dengan tujuan mencari hidup yang lebih layak, nyaman dan aman adalah bagian dari hijrah sebagimana dulu Sahabat Nabi hijrah ke Habasyah. Kelima, di balik hidup yang sulit pasti ada jalan keluar selama ada usaha dan doa.
Wallahu a’lam.