Ka’bah dan Makkah Al-Mukarromah

Ka’bah dan Makkah Al-Mukarromah

Makkah adalah kota yang kering dan gersang. Bukit yang tandus penuh bebatuan lebih mudah ditemukan ketimbang lapangan hijau penuh pepohonan.

Ka’bah dan Makkah Al-Mukarromah
Ka’bah dan Makkah al-Mukarramah

Nabi Ibrahim alaihis salam mungkin tidak menyangka bangunan yang ia dirikan—atas perintah Allah—tersebut akan didatangi jutaan orang. Saat selesai membangunnya dan diperintahkan untuk menyeru segenap umat manusia agar mendatanginya, Ibrahim sedikit gugup, “Ya Allah, bagaimana caranya aku bisa memanggil seluruh umat manusia?”

“Engkau hanya aku perintahkan untuk menyeru. Aku yang akan mendatangkan.”

Sejak saat itu, Ka’bah menjadi magnet yang menarik banyak orang untuk mengunjunginya dan pada gilirannya melahirkan sebuah kota: Makkah.

===========

Makkah adalah kota yang kering dan gersang. Bukit yang tandus penuh bebatuan lebih mudah ditemukan ketimbang lapangan hijau penuh pepohonan. Udaranya menyengat, selalu di atas 40 derajat celcius kala siang musim panas. Berjalan di trotoar kota ini tanpa payung atau topi akan membuat muka terasa terbakar dan menyusurinya tanpa bekal minuman bisa berujung dehidrasi yang membahayakan.

Namun meski tampak tidak mendukung sebuah kehidupan yang nyaman dan layak, selama berabad-abad Makkah telah menjadi magnet dan tujuan. Mecca telah menjadi kosa kata dalam bahasa Inggris untuk menggambarkan tempat yang punya daya tarik luar biasa bagi orang-orang dengan minat & kepentingan tertentu untuk mendatanginya. Hollywood is mecca for movie makers, Bali has become a mecca for tourist.

Hal itu bermula kala Nabi Ibrahim mencari tempat untuk istri keduanya dan anaknya, Hajar & Ismail. Setelah berjalan berhari-hari, ia pun sampai di sebuah lembah gersang yang dikelilingi perbukitan tandus tak jauh dari Laut Merah. Saat Ibrahim pergi meninggalkan keduanya untuk kembali ke istri pertamanya, Sarah, Hajar pun kebingungan. Nyaris tidak ada apa-apa di sana. Ia mulai kehausan, begitu pun anaknya. Sang istri berusaha mencari air ke sana-kemari, tujuh kali bolak-balik bukit Sofa-Marwa, dan saat balik menemukan di dekat bayinya menyembur air yang menjadi penyelamat sekaligus modal untuk bertahan di sana. Itulah air Zamzam.

Kemunculan Zamzam segera menarik sejumlah suku untuk mendatangi area tersebut. Suku Jurhum ikut mendiami area tersebut tatkala sumur Zamzam mampu menjamin kebutuhan air bagi anggotanya. Air adalah barang berharga di kehidupan nomad suku-suku Arab, di mana ada air di situ mereka akan menuju—untuk singgah atau berdiam.

Seiring waktu area tersebut tumbuh menjadi sebuah kota, seiring Nabi Ibrahim kembali ke sana dan—dibantu Ismail—mendirikan Ka’bah. Sejak Ka’bah didirikan, Tuhan menepati janjinya. Ia mendatangkan manusia dari berbagai penjuru untuk berziarah ke Ka’bah. Orang-orang hanif datang untuk beribadah, dan yang lainnya untuk mencari kehidupan yang lebih berkah. Ka’bah adalah cikal bakal kota Makkah. Juga sumur Zamzam.

Buat kaum muslimin, Makkah ada kota suci yang semua orang ingin mendatangi dan menziarahinya. Makkah berada di urutan pertama dari daftar kota yang ingin dikujungi umat Islam. Dan alasannya tak lain adalah Ka’bah, kiblat shalat umat Islam, serta Masjidil Haram yang mengelilinginya.

Terletak di jantung kota Makkah, Ka’bah, bangunan berbentuk kubus yang selalu dibungkus kiswah itu tak pernah sepi dari para peziarah yang datang dari berbagai negeri. Penerbangan ke Arab Saudi sepanjang tahun praktis didominasi oleh jemaah yang ingin ke Makkah—untuk untuk haji atau umroh.

Sepanjang tahun puluhan juta orang muslim dari seluruh dunia mengunjunginya, terlebih di bulan haji seperti sekarang ini. Tercatat hampir tiga juta orang berangkat haji 2023 ini, dan 221 ribu berasal dari Indonesia, yang notabene jumlah terbanyak dibanding negara-negara muslim lainnya.

Mereka berduyun-duyun mendatangi Ka’bah. Tak peduli siang atau malam, pagi atau sore, hari-hari ini ratusan ribu orang datang bak gelombang untuk tawaf berkeliling Ka’bah. Dari yang berusia muda hingga yang lansia, lelaki-perempuan, berkulit hitam, putih atau berwarna, berjejalan mengelilinya, mendekatinya, memandangnya, merasakannya, sembari melantunkan “labbaik allahumma labbaik; Aku datang memenuhimu panggilanmu, ya Allah…”

Tak sedikit jemaah yang berusaha mendekatinya, menyentuhnya, atau mencium hajar aswad di sebelahnya, atau sejenak duduk dan berdoa di multazam (pintu Ka’bah)—tempat segala doa dijanjikan akan dikabulkan. Tawaf mengelilingi Ka’bah adalah momen spiritual paling istimewa dalam diri seorang muslim, karena meneladani apa yang dilakukan Rasulullah dan Nabi-nabi pendahulu keturunan Ibrahim. Dalam balutan dua helai kain ihram yang sederhana yang menenggelamkan seluruh perbedaan kelas dan budaya, manusia diingatkan kesamaan derajatnya di hadapan Allah. Hanya ketakwaan yang membedakannya, itu pun hanya Tuhan yang mengetahuinya.

Tak bisa diduga apa yang melingkupi benak para peziarah ketika melakukannya, tapi mereka semua datang memenuhi panggilan-Nya. Semua datang membawa beban dan harapannya, yang berbeda satu dengan lainnya. Mereka datang memanggul dosa-dosa dan sekaligus mengusung doa-doanya. Ada yang khusyu, menangis, terisak, atau teriak bersemangat.

Ka’bah adalah landmark kota Makkah, meski dari jauh seolah ingin digeser oleh The Clock Tower, bangunan modern berketinggian 601 meter yang tampak menjulang dari kejauhan. Kawasan Ka’bah dan Masjidil Haram memang sudah berbeda jauh dari masa-masa (abad) sebelumnya. Ia bukan lagi tempat yang dikelilingi bukit-bukit, karena Jabal Omar dan Abu Kubais sudah habis dipapras dan digantikan istana raja dan hotel-hotel bertingkat. Di sekitarnya tak ada lagi situs-situs bersejarah peninggalan masa Nabi, sahabat atau zaman kekhalifahan, yang ada adalah sejumlah kafe, resto dan tempat perbelanjaan modern yang juga bisa kita temukan di Indonesia.

Sejak menguasai haramain tahun 1926 dan mengukuhkan kerajaannya 1932, Ibn Saud telah melenyapkan banyak situs dan warisan sejarah yang sakral dan berharga. Seiring ditemukannya sumber-sumber minyak yang diekplorasi dalam kerjasama Arab-America lewat Arab-American Oil Company (Aramco), tempat-tempat sakral dan bersejarah yang oleh otoritas keagamaan Saudi dikhawatirkan menjadi sumber kesyirikan dihancurkan dan digantikan fasilitas-fasilitas dan bangunan modern yang profan, yang itu berlangsung hingga sekarang.

Tapi meski Makkah mulai dijejali hotel-hotel dan apartemen tinggi menjulang yang sebagian dibangun lewat cara memapras bukit-bukit serta menghancurkan situs-situs bersejarah dan ekosistem spiritual, magnet Makkah tetap sama: Ka’bah, yang sekitarnya kian megah namun kehilangan kekunoan yang masih kita rasakan saat mengunjungi makam-makan wali di Indonesia.

Area Ka’bah dan Masjidil Haram kian berkembang, dalam perspektif yang bisa disesali atau disyukuri, namun Ka’bah akan tetap abadi. Ka’bah pernah dijejali oleh berhala-berhala seperti Hubal, Latta, Uzza dan Manat, tapi kesuciannya tak pernah terkurangi dan daya tariknya tak pernah memudar. Arab Saudi harus bersyukur karena menguasainya. Tak bisa dibayangkan Saudi tanpa Ka’bah dan Masjidil Haram, tanpa haramaian: Makkah-Madinah. (AN)

*) bersambung.