Puasa yang saat ini tengah kita jalani tidak hanya diwajibkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al- Baqarah ayat 183 menyebutkan bahwa perintah berpuasa juga ditujukan kepada umat-umat sebelumnya. Lalu, bagaimana praktik puasa umat terdahulu?
Menurut Ibnu Katsir, ajaran puasa sudah ada sejak zaman Nabi Adam. Ia mengatakan bahwa Nabi Adam berpuasa selama tiga hari setiap bulan sepanjang tahun.
Namun ada banyak versi mengenai puasa yang dilakukan Nabi Adam. Ada yang mengatakan Adam berpuasa pada 10 Muharam sebagai rasa syukur karena bertemu dengan istrinya, Hawa, di Arafah. Riwayat lain menyebutkan, Adam berpuasa 40 hari 40 malam setiap tahun.
Sementara ada juga pendapat lain yang menjelaskan bahwa Adam berpuasa pada hari Jumat. Hal itu sebagai bentuk peringatan terhadap peristiwa penting yang terjadi pada hari tersebut. Sebagaimana dalam hadis riwayat Imam Buchori Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menjadikan Adam pada hari Jumat, diturunkan di bumi pada hari Jumat, dia bertobat kepada Allah atas dosanya memakan buah khuldi pada hari Jumat, dan wafat pun pada hari Jumat.”
Meskipun dalam Al- Qur’an dan hadis tidak dijelaskan secara detail bagaimana bentuk puasa Adam dan generasi sesudahnya, tetapi terdapat petunjuk bahwa agama-agama yang dibawa oleh para rasul terdahulu adalah agama monoteisme, yang mengajarkan kepercayaan atas keesaan Tuhan (Allah).
Setelah Nabi Adam, rasul yang mempraktikkan tradisi puasa adalah Nabi Nuh. Berdasarkan sebuah riwayat, Nuh berpuasa selama tiga hari setiap bulan sepanjang tahun, seperti halnya Adam. Nabi Nuh juga memerintahkan kaumnya untuk berpuasa ketika berbulan-bulan hidup di dalam perahu akibat bencana banjir besar seraya bertobat kepada Allah.
Ibnu Katsir dalam Kisah Para Nabi dan Rasul, mengutip Ibnu Majah tentang puasa Nuh. Rasulullah bersabda, “Puasa Nuh adalah satu tahun penuh, kecuali hari Idul Fitri dan Idul Adha.”
Nabi Ibrahim juga terkenal dengan kegemarannya berpuasa, terutama ketika hendak menerima wahyu dari Allah berupa suhuf Ibrahim. Puasa tersebut kemudian diikuti oleh kedua putranya, yakni Ismail dan Ishaq.
Hal yang sama juga dilakukan Nabi Ya’qub. Ia sering berpuasa, terutama untuk keselamatan putra-putranya. Sedangkan Nabi Yusuf berpuasa ketika berada di penjara bersama para narapidana lain. Kebiasaan tersebut kemudian diterapkan ketika menjadi pembesar Mesir dan menjabat sebagai menteri perekonomian. “Karena aku khawatir apabila aku kenyang, nanti aku akan melupakan perut fakir miskin,” ujar Nabi Yusuf.
Sementara Nabi Yunus menahan makan dan minum ketika berada dalam perut ikan paus besar selama beberapa hari. Setelah dimuntahkan kembali dari dalam perut, barulah ia berbuka. Nabi Yunus berbuka dengan memakan semacam buah labu yang tumbuh di tepi pantai.
Rasul lain yang melakukan puasa yakni Nabi Ayub. Ia berpuasa saat menderita penyakit selama bertahun-tahun dan hidup dalam kesusahan, hingga akhirnya lepas dari cobaan tersebut.
Nabi yang terkenal dengan kesalehannya sebagai orang tua yakni Nabi Syuaib berpuasa dalam rangka bertakwa kepada Allah, juga dalam rangka hidup sederhana dan untuk kelestarian generasi sesudahnya.
Sementara itu, Nabi Musa berpuasa selama 40 hari 40 malam dalam persiapan menerima wahyu dari Allah di Bukit Sinai. Hal yang sama juga dilakukan Nabi Ilyas ketika akan pergi ke Gunung Horeb untuk menerima wahyu. Sedangkan, Nabi Isa mulai berpuasa ketika mulai tampil di muka umum untuk menyatakan dirinya sebagai rasul. puasa umat terdahulu
Sedangkan Nabi Daud biasa berpuasa secara berselang, sehari berpuasa dan sehari tidak. Dalam Perjanjian Lama disebutkan, Nabi Daud berpuasa selama tujuh hari pada waktu putranya sakit keras. Ia memohon kesembuhan dari Allah dengan cara berpuasa sambil menutup diri dalam kamarnya dan terus-menerus menangis karena sedih. Memasuki hari ketujuh dari puasanya, putranya meninggal dunia. Setelah mengetahui hal itu, Daud tidak meneruskan puasanya lagi.
Tradisi puasa yang kita kenal saat ini bisa dibilang sama tuanya dengan peradaban manusia. Karena memang terdapat banyak manfaat dari berpuasa itu sendiri. Syekh Wahbah Zuhaili mengatakan, kewajiban puasa bagi umat Nabi Muhammad mengandung faedah, baik dari sisi material dan spiritual.
“Pelaksanaan puasa merupakan perwujudan ketaatan terhadap perintah Allah SWT, yang dapat menjauhkan seorang muslim dari siksaan Allah. Karena puasa merupakan sarana penebus dosa,” ujar penulis kitab al-Fikh al-Islami ini. Selain itu puasa juga menjadi sarana pendidikan moral yang dapat melahirkan perangai-perangai luhur.
Menurut Wahbah Zuhaili, puasa bisa menjadi alat yang ampuh untuk memerangi hawa nafsu. Karena pada esensinya puasa mengajarkan tentang sikap kejujuran, kesabaran, kedisiplinan, dan menjernihkan pikiran. Dalam konteks hubungan sesama manusia, puasa dapat menumbuhkan rasa kasih sayang dan persaudaraan yang tinggi. (AN)
Wallahu a’lam. puasa umat terdahulu