Bila malam telah larut. Para punggawa telah menutup pintu-pintu “istana”nya. Berjuta mata telah terpejam dan larut dalam mimpi indah, dan warung-warung di pinggir jalan telah memadamkan lampunya, Tuhan “turun” ke langit dekat. Lalu mengatakan :
هل من تائب فأتوب عليه ؟
هل من مستغفر فأغفر له ؟
هل من سائل فأعطيه ؟
Apakah ada di antara kalian yang ingin kembali kepada-Ku?.
Aku akan menerimanya
Apakah ada yang minta ampunan-Ku?.
Aku akan mengampuninya
Apakah ada yang minta keperluannya kepada-Ku
Aku akan memberinya.
Betapa luasnya kasih sayang-Nya dan betapa pemurahnya Dia. Bahkan Tuhan tak suka jika hamba-Nya tak meminta kepada-Nya. Ada hadits Nabi Saw.
من لم يسأل الله يغضب عليه
“Siapa yang tidak meminta kepada Allah, Dia akan marah kepadanya”.
Tetapi Kiyai Sa’id pada perbincangan yang indah, kemarin, 26.05.18, bertajuk “Kiyai Sa’id dan Tasawuf Falsafi” yang diadakan di Pesantrennya, memberikan “Ijazah” “kesaktian”. Katanya : “kalian boleh minta apa saja kepada Allah. Tetapi luangkan waktu lima menit saja untuk membaca “La Ilaha Illa Allah” sambil mengosongkan pikiran dan jangan meminta apapun kepada-Nya. Lakukan itu selama 40 hari. Niscaya akan kalian rasakan ada keajaiban-keajaiban dan perubahan-perubahan dalam dirimu yang menakjubkan”.
Nah kata-kata terakhir ini menjadi pusat perhatian publik. Kiyai Sa’id seakan-akan ingin mengatakan : “Seorang hamba Allah yang tidak meminta apa-apa dari-Nya adalah hamba yang hebat, telah mencapai tingkat tertinggi”. Mengapa?. Kiyai Sa’id tidak menjelaskannya.
Aku hanya mengira-ngira saja sesuai “khawatir” yang melintas. Ya Tuhan sebenarnya tidak perlu diminta, karena Dia sudah pasti mengetahui apa yang menjadi kebutuhan makhluk-Nya. Bukankah Dialah yang menciptakan diri hamba itu, dan tak ada yang lain?.
Ini mengingatkan kita paling tidak pada dua sufi besar. Pertama adalah Rabi’ah al-Adawiyah (w. 801 M), sufi master perempuan dari Baghdad. Ia dikenal sebagai penggagas tasawuf Cinta (mahabbah). Dia tidak ingin minta apa-apa dari Allah. Mau diapakan saja oleh Allah dia siap dan rela. Disuruh masuk neraka pun dia rela. Hanya satu yang dia minta: “Dzat Allah”, Diri-Nya.
Memandang Kekasih menghilangkan segala lara.
Melebur ke dalam Diri Kekasih adalah puncak bahagia
Saat semua jemaah haji ingin mengunjungi kakbah, rumah Allah (Baitullah), Rabi’ah ingin mengunjungi pemiliknya (Rabbul Kakbah).
Yang kedua, Abu Yazid al-Bisthami (w. 875 M), sufi Master dari Persia. Ia dikenal sebagai pembawa ide “Fana”, peleburan diri. Kata-katanya yang terkenal sekaligus kontroversial : Oh, Maha Suci aku. Maha suci aku
Betapa Maha Agungnya aku”. Itu diucapkan ya saat ekstasi: syathahat, kehilangan diri. Aku hilang bentuk.
Ketika ditanya :
ماذا تريد
apa yang kau inginkan dari Allah?. Dia menjawab :
اريد ان لا أريد الا ما يريد
“Aku ingin untuk tidak punya keinginan kecuali apa yang Dia inginkan”.