Jangan Asal Pilih Penceramah! (Bagian 1)

Jangan Asal Pilih Penceramah! (Bagian 1)

Jangan Asal Pilih Penceramah! (Bagian 1)
Ilustrasi Penceramah

Ramadhan menjadi ladang dakwah bagi sebagian orang. Ustadz-ustadz penceramah memiliki ruang khusus untuk berekspresi di bulan ini. Acara-acara televisi hampir 24 jam diisi oleh para ustadz. Mulai dari ustadz kawakan sampai ustadz pendatang baru. Seakan-akan Ramadhan adalah ‘pasar jualan’ mereka.

Tulisan ini tidak untuk mendiskreditkan para ustadz yang mendapatkan penghasilannya lewat manggung di televisi khususnya di bulan ramadhan. Tulisan ini hendak memberikan pemahaman yang baik bagi seluruh pembaca agar tidak asal memilih penceramah, khususnya bagi tim kreatif atau manager program televisi. Karena menjadi penceramah tidak asal berbekal retorika bagus atau pinter ngeles saat tidak bisa menjawab. Seorang penceramah harus memiliki bekal yang cukup dalam bidang-bidang keilmuan keagamaan.

Tulisan ini akan memberikan beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang penceramah sesuai arahan Rasulullah Saw.

 

Teruji Sanad Keilmuannya

Beberapa ustadz yang tiba-tiba muncul di televisi sama sekali tidak pernah dilihat bagaimana trackrecord-nya. Mulai dari pendidikannya, bidang keahliannya, guru-gurunya, seolah-olah ketika sudah menjadi ustadz di televisi, ia sudah terbilang memiliki keilmuan agama yang dalam. Dan publik bisa dengan bebas bertanya tema apapun kepada mereka.

Hal ini yang nantinya akan memunculkan fatwa-fatwa asal dan mengada-ada. Apalagi jika sang ustadz gengsi untuk berkata ‘saya tidak mumpuni bidang ini’. Sehingga yang ada hanyalah jawaban mbulet dan terkesan ngeles agar tetap dikira faham dan ahli agama.

Hal ini juga sebagai himbauan kepada segenap managemen stasiun televisi yang hendak mengorbitkan ustadz-ustadz tertentu. Perlu kiranya melihat seberapa dekat jalur keilmuannya dengan guru-gurunya. Dan juga perlu dilihat siapa gurunya, trackrecord gurunya dan seberapa lama ia menimba ilmu dengan sang guru.

Terkadang ada seorang penceramah yang merasa cukup belajar dari buku saja. Ustadz yang hanya belajar melalui buku tanpa memiliki guru atau kyai maka gurunya adalah Syaitan. Syetan bebas berbuat dan menghasut orang-orang yang tidak memiliki guru ini agar merasa bahwa dirinya sudah mumpuni dalam berdakwah, sehingga syetan bisa dengan bebas menanamkan ajaran-ajaran yang menyimpang di benak sang ustadz.

Hal ini sebagaimana pernah dikatakan oleh Abu Yazid al-Busthami:

من لم يكن له شيخ فشيخه الشيطان

Barangsiapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah Syetan.

Ulama’ zaman dahulu sering memperhatikan siapa guru dan bagaimana sanad keilmuan seseorang sebelum memutuskan untuk belajar kepada ulama’ tersebut. Tidak heran jika Abdullah bin Mubarak mengatakan:

الإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ لَوْلَا الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَنْ شَاءَ

Isnad merupakan bagian dari agama. Jika tanpa isnad, maka orang akan berkata semaunya.

 

Santun Penyampaiannya 

Hal kedua yang harus diperhatikan saat memilih penceramah adalah melihat bagaimana cara penyampaiannya. Kita biasanya sudah merasa cukup dengan memperhatikan penampilan luarnya saja. Orang yang memakai surban, jubah, berjenggot, atau yang sudah terlampau tenar sebelumnya, seperti artis, pelawak dan lain sebagainya lebih mudah mendapatkan panggung sebagai penceramah daripada orang-orang yang mumpuni dibidangnya.

Sayangnya, terkadang khalayak kurang memperhatikan isi ceramahnya yang sering kurang santun. Banyak kita temukan penceramah yang sering menggunakan ‘kata-kata binatang’ dan kurang sopan tapi masih tetap banyak peminatnya. Pendakwah semacam ini malah lebih tenar daripada pendakwah yang ceramahnya santun dan menyejukkan. Selaian kata-kata ‘binatang’ yang dipakai, penceramah ini juga lebih sering mendahului kehendak Allah. Seperti memerintahkan membunuh, membakar, atau mendoakan orang lain meninggal atau masuk neraka.

Disadari atau tidak, penceramah-penceramah ini memiliki andil besar dalam menggeser intoleransi ke lingkup dan pengikut yang lebih besar. Masyarakat awam mulai tua hingga anak-anak mulai terbawa untuk menghardik dan berteriak dengan kata-kata kurang sopan yang dilontarkan oleh penceramah idolanya.

Sebagai masyarakat timur yang menjunjung tinggi nilai kesopanan dan keramahan, seharusnya kita mulai memutus rantai intoleransi dan ujaran-ujaran kotor dari diri sendiri dan keluarga kita. Sementara kita sisihkan penceramah-penceramah yang gemar berkata kotor. Kita juga perlu menyadarkan bahwa dakwah tidak dibenarkan dengan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.

من يؤمن بالله واليوم الاخير فاليقل خيرا اوليصمت

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya berkata baik atau diam.