Selama praktis 4 bulan, perjalanan ekonomi terganggu. Pemerintah harus memilih untuk tetap menjalankan roda ekonomi sekaligus penanganan wabah agar tidak banyak terjadi korban. Sesuatu yang menyulitkan memang, namun tak ada pilihan.
Wabah Corona ini memaksa roda ekonomi tersendat bahkan ada yang bisa dikatakan berhenti. Keluhan – keluhan mulai bermunculan di sosial media, dari mulai PHK karyawan hingga usaha – usaha kecil yang mulai berguguran.
Saya merasakan langsung dampak wabah, usaha berhenti total. Selama 4 bulan, tidak ada pergerakan bisnis dan menghasilkan pendapatan. Sementara penggunaan dana darurat sudah mulai menjebol pertahanan. Bila dalam waktu 2 bulan ke depan tidak ada kenormalan kembali, maka gulung tikar menjadi pilihan.
Saya memiliki beberapa armada kendaraan yang harus tetap diperhatikan angsuran dan juga karyawan yang harus tetap mendapatkan pendapatan demi keluarga mereka. Apalagi, banyak diantara karyawan saya yang tidak dapat Bansos, entah kenapa.
Relaksasi Kredit
Pada tanggal 22 maret 2020, Presiden Joko Widodo memerintahkan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan penundaan kredit atau relaksasi kredit bagi semua masyarakat yang terkena dampak langsung wabah ini.
Saya termasuk yang menyambut baik kebijakan pemerintah untuk memberikan relaksasi kredit ini, karena bagaimana pun, pengusaha kecil seperti saya sangat kerepotan menghadapi keadaan “tiba-tiba” tak ada perputaran uang masuk.
Sayangnya, kebijakan ini tidak menyentuh lebih jauh ke dalam lembaga pembiayaan terutama pembiayaan swasta. Pilihan: yang penting sementara ini tidak pusing menghadapi angsuran, bukan pilihan terbaik, karena ancaman selepas masa relaksasi habis lebih mengerikan.
Saya langsung berdiskusi dengan teman-teman komunitas pengusaha transportasi wisata, bagaimana solusi terbaik menghadapi relaksasi kredit yang justru akan menjadi beban di belakang hari kemudian.
Sulit, sungguh sulit. Tak ada pilihan lain selain menerima terlebih dahulu kebijakan relaksasi yang diajukan oleh pihak lembaga pembiayaan. Karena sangat penting juga untuk menjaga stabilitas psikis supaya imunitas tetap bagus dalam menghadapi wabah.
Skema Relaksasi dari Leasing
Pada akhirnya, saya menerima skema relaksasi yang diberikan oleh lembaga pembiayaan. Oh iya, pembiayaan kendaraan saya berasal dari Astra Credit Company (ACC), Oto Finance dan Mitsui Leasing. Tiga perusahaan pembiayaan swasta besar di Indonesia.
Dari ACC, saya mendapatkan keringanan untuk tidak membayar angsuran selama 3 bulan, namun harus membayar biaya administrasi sebesar 2,3jt per kendaraan. Di bulan ke 4 dan seterusnya, maka angsuran jadi naik sekitar 10-20% dari angsuran awalnya.
Ini dikarenakan libur 3 bulan angsuran dimasukkan rata ke dalam angsuran bulan ke 4 sampai akhir masa angsuran. Jadi bila angsuran awalnya 10jt, maka selanjutnya akan menjadi 12 jt per bulan untuk masing-masing kendaraan.
Dari Mitsui, saya mendapatkan keringanan membayar senilai 3,5jt perbulan selama 6 bulan ke depan, selanjutnya di bulan ke 7 angsuran kendaraan akan naik sampai pada angka 25%. Dan pembayaran 3,5jt perbulan tidak dihitung sebagai angsuran, dianggap hilang.
Sama seperti ACC, selanjutnya di bulan ke 7 semua angsuran selama 6 bulan ditambahkan dan dibagi rata hingga berakhirnya masa angsuran. Jika awalnya angsuran 10jt/bulan bisa menjadi 13jt perbulan.
Di OTO finance, bahkan pengajuan relaksasi kredit ditolak. Hingga sampai sekarang saya harus tetap membayar normal biaya angsuran, tentu disertai penagihan dari debt collector yang tidak mau tahu dengan kondisi serta keadaan.
Risiko Masuk Jurang
Secara hitungan bisnis, angsuran tiap kendaraan yang saya beli sudah diukur agar tetap rapi pembayarannya, ringan dan bisnis bisa berjalan lancar sembari memberikan peluang bagi banyak orang yang butuh pekerjaan.
Skema relaksasi kredit yang saya terima ini akan meringankan beban hanya pada masa tertentu, dan kemudian begitu waktu habis maka beban menjadi lebih besar. Ini sungguh memberatkan bagi pengusaha kecil seperti saya.
Pendapatan dari mobil sudah jelas akan pada posisi naik hanya selepas wabah lewat selama beberapa bulan, namun selanjutnya permintaan akan tetap sama seperti biasa. Euforia bepergian tidak akan bertahan selama bertahun – tahun.
Di sinilah, saya dan teman-teman pengusaha transportasi wisata masuk ke jurang. Selanjutnya kami harus menghadapi tagihan angsuran yang besar dan menggerus pendapatan. Bahkan mungkin bisa menghilangkan 20% pendapatan usaha perbulan.
Leasing Untung, Pengusaha Buntung
Melihat skema – skema relaksasi kredit yang diberikan oleh perusahaan leasing, maka perusahaan leasing masih pada titik untung dan bahkan tidak rugi sedikitpun. Sementara pengusahanya harus merasakan buntung langsung tanpa menunggu lama.
Disinilah seharusnya BI dan OJK bekerja memperbaiki skema yang diberikan perusahaan – perusahaan pembiayaan yang ada di bawah otoritas mereka. Skema relaksasi kredit ini mengancam kebangkrutan bagi pelaku usaha.
Saya mendapatkan info bahwa para pengusaha jauh lebih aman bersama lembaga milik pembiayaan milik negara. Namun tidak dengan pembiayaan swasta. Hampir 90% pengusaha mengeluhkan hal yang sama.
BI dan OJK seharusnya bisa lebih baik lagi membantu para pengusaha yang selama ini telah membantu menggerakkan roda ekonomi dan membantu mengurangi pengangguran. Mereka bisa duduk bersama dengan perusahaan pembiayaan dan mencari solusi.
Usaha Bangkrut, Pengangguran Bertambah
Bila pengusaha kecil yang selama ini berhasil menyerap tenaga kerja dibiarkan jatuh bangun sendiri, tanpa ada pertolongan yang signifikan, maka dipastikan pengangguran akan bertambah di tahun depan. Ujungnya, pemerintah akan menjadi tumpuan kesalahan.
Saya masih berharap Pemerintah memiliki solusi yang lebih tepat sasaran. Demi menjaga ekonomi tetap berjalan di bidang transportasi wisata dan juga demi menghindari ledakan pengangguran.
Salam.
Tinggalkan Leasing yang Menyulitkan
Atas pengalaman ini, saya akan meninggalkan semua leasing yang terbukti tidak punya sensitifitas kondisi terhadap nasabah kredit yang selama ini sudah membantu mereka memiliki omzet besar dan memiliki andil memperbesar perusahaannya.
Dan saya harap semua pengusaha yang bernasib sama, untuk melakukan hal yang sama. Jangan lagi menggunakan jasa pembiayaan seperti : ACC, OTO, Mitsui.
Teman – teman pengusaha transportasi wisata dan pengusaha bisnis lain yang mengalami hal sama di beberapa lembaga pembiayaan juga menyarankan untuk tidak menggunakan jasa pembiayaan seperti: BAF, Buana, Verena, Equity, Clipan, Maybank, CIMB Niaga, Adira, Ciptadana, Mayapada.