Salah satu cara untuk menemukan kembali praktik kesantunan adalah melalui cerita. Untuk memastikan ada jejaknya, cerita ini perlu dituliskan ke dalam sebuah esai pendek yang mudah dibaca, dicerna isinya serta mudah ditangkap pesannya. Mengapa ini perlu dilakukan? Karena karakter generasi post milenial adalah membaca tulisan yang ringkas, padat isinya dan tidak bertele-tele.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, lahirlah tiga buku seri literasi Islam Santun. Esai-esai pendek ini muncul dalam tiga buku yang terbit dalam waktu yang berbeda tetapi terkoneksi dalam seri literasi Islam Santun. Pada mulanya adalah buku berjudul Sedikit Tapi Asyik yang merupakan potongan puisi dari murid-murid SD Al Islam 2 Jamsaren Surakarta.
Buku ini menceritakan tentang ekspresi kesantunan yang dialami oleh anak-anak usia SD yang tidak lain adalah generasi post milenial. Buku ini hadir melalui kegiatan pengabdian dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta.
Berikutnya adalah buku bertajuk Pohon Coricta dan Ellasia yang memuat cerita dari murid-murid SD Takmirul Islam Surakarta. Berbeda dengan buku yang pertama, buku yang kedua ini berisi cerita-cerita unik yang ditulis para siswa, bukan potongan puisi. Karena cerita, maka narasinya lebih kaya dan beragam serta ada alur yang bisa dinikmati.
Terbaru, muncul buku yang tidak kalah menarik dengan titel Menitip Ilmu di Keranjang Cucian. Jika kedua buku di atas ditulis oleh murid sekolah dasar dan hanya berasal dari satu sekolah, maka buku ketiga seri literasi islam Santun ini ditulis oleh para siswa madrasah Aliyah yang berasal dari berbagai madrasah di wilayah Solo raya ditambah dengan beberapa duta LISAN yang merupakan alumni kegiatan LISAN Santri Camp yang diadakan oleh Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKPPN) IAIN Surakarta.
***
Benang merah ketiga buku yang dilabeli Seri Literasi Islam Santun ini menunjukkan adanya faktor penting dalam aspek literasi yakni bagaimana generasi post milenial yang berusia 6-16 tahun memahami tentang kesantunan. Pemahaman ini dipantik dengan cara meminta mereka bercerita soal hidup yang santun atau menekankan pentingnya berbagi dalam menjalani hidup lalu diajak untuk menuliskannya ke dalam beberapa kalimat yang dirajut menjadi sepotong puisi atau sebuah tulisan.
Kumpulan tulisan ini menjadi dokumen penting untuk merekam jejak kesantunan dan toleransi yang ada dalam alam pikiran generasi post milenial tersebut. Rekam jejak dengan tulisan ini bermanfaat juga untuk menelisik wajah bangsa di masa mendatang.
Jika tulisan yang diketik oleh generasi post milenial saat ini lebih banyak narasi tentang kebencian, maka wajah bangsa di masa mendatang bisa jadi akan penuh dengan wajah intoleransi. Sebaliknya, jika rajutan kata yang ditulis tentang harapan hidup yang santun, maka kita patut berharap bahwa masa depan bangsa Indonesia akan berada pada wajah penuh keramahan.
Ibarat tanaman, ini adalah fase menanam benih sikap santun dan toleran kepada generasi post milenial. Mengapa perlu menanam benih?
Karena ada pula pihak lain yang menanam benih sikap intoleran dengan cara mengajari lagu-lagu bernuansa agama yang memojokkan pihak tertentu. Terhadap hal ini, tentu harus ada upaya perlawanan salah satunya dengan cara memproduksi sebanyak mungkin gagasan tentang kesantunan yang dibingkai dalam tulisan.
Hadirnya buku ini adalah ikhtiar penting upaya deradikalisasi di kalangan generasi post milenial agar tidak makin terpapar upaya-upaya penanaman radikalisme ekstrem di kalangan anak-anak.
Kita tentu belum lupa pelibatan generasi post milenial dalam kasus bom Surabaya beberapa waktu lalu.Dalam konteks tersebut, aktivitas literasi Islam santun kepada generasi post milenial sangatlah penting dilakukan apalagi di daerah Solo raya yang dipetakan sebagai salah satu basis gerakan radikal ekstrem.
Ibarat benih, maka panennya mungkin tidak saat ini tetapi pada beberapa tahun mendatang. Kegiatan literasi semacam ini diharapkan akan menjadikan wajah Solo raya menjadi daerah yang harmoni dan penuh kasih di masa yang akan datang. Yang diperlukan justru memperluas cakupan benih agar pada saatnya nanti akan banyak wilayah yang berwajah santun dan toleran.
Selain itu, hadirnya ketiga buku seri literasi Islam Santun ini bisa meriuhkan ruang publik agar tidak didominasi wacana atau buku yang bernuansa intoleran.
Munculnya tiga buku ini diharapkan menjadi alternatif bacaan bagi generasi post milenial agar bisa menyerap praktik-praktik kesantunan yang telah dinarasikan dengan indah oleh generasi post milenial seusianya. Dengan kata lain, literasi Islam santun ini hadir dari generasi post milenial untuk teman sebayanya.
Scripta manent. Tulisan akan abadi. Begitu kata bijak. Dengan tulisan, diharapkan tidak hanya hadir sesaat tetapi bisa dinikmati banyak kalangan dari berbagai generasi. Harapannya, ketiga buku ini tidak hanya menjadi bahan bacaan tetapi bisa menjadi sumber inspirasi yang bisa mendorong lebih banyak lagi kisah-kisah santun nan toleran dari berbagai pojok negeri.