Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Nabi bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak akan bisa menarik hati manusia dengan harta benda kalian. Pikatlah hati mereka dengan wajah berseri dan akhlak mulia”
Para filsuf sejak masa lampau mengatakan bahwa manusia memiliki watak “madani”. Sebagaimana para sarjana ilmu sosial mendefinisikan manusia sebagai makhluk sosial. Artinya, manusia saling membutuhkan antar sesamanya dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak membutuhkan uluran dan bantuan orang lain. Sebagai misal dalam pemenuhan kebutuhan makan, berpakaian, minum, tempat tinggal dan kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak bisa dipisahkan dari pertolongan dan bantuan orang lain.
Kendatipun setiap manusia memiliki perbedaan dalam bahasa, jenis kelamin, akidah-keyakinan, akan tetapi secara “jawhar” atau esensi mereka tidak memiliki perbedaan. Watak dasar manusia dari zaman ke zaman dan di setiap tempat juga sama. Saling membutuhkan.
Bukti keterbutuhan manusia terhadap sesamanya dimulai sejak ia dilahirkan. Ia membutuhkan orang lain yang merawatnya hinga tumbuh dewasa dan bisa memenuhi hak-hak dasarnya secara mandiri. Ketika kita membutuhkan sesuatu dari orang lain, maka orang lain juga membutuhkan sesuatu kepada kita. Saling butuh dan membutuhkan. Pertolongan antar sesama manusia bisa dalam bentuk secara langsung maupun tidak langsung. Pada titik ini, hubungan antar sesama manusia (saling memiliki kebutuhan) adalah sesuatu yang bersifat “dharuri” alisa primer dari sisi sosiologis. Al-Quran juga telah menegaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia tidak tunggal agar dapat saling mengenali. Perkenalan (taaruf) adalah satu langkah pertama sebagai bentuk keterhubungan antar sesama manusia dan saling tolong-menolong di antara mereka untuk mencapa kebaikan dan kebahagian.
Pertanyaannya kemudian, bagaiamana hubungan antar sesama manusia ini dapat terbangun dan terjalin dengan baik? Apa perangkat yang dapat mengantar kepada ketercapaian itu?
Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna dan menjadikannya sebagai khalifah di muka bumi. Oleh karenanya, hubungan antar umat manusia dapat dilalui dengan atau dari berbagai “alat” yang ada dalam dirinya seperti; mendengar, melihat, kemampuan berbicara, atau ekspresi wajah dan lain sebagainya yang merupakan wasilah. Dari perangkat-perangkat yang dimilikinya ini, efek atau akibat yang ditimbulkan darinya kepada orang lain bisa berbentuk positif atau negatif. Misalnya, apabila seseorang menampakkan wajahnya dengan ekspresi yang senyum dan penuh keceriaan kepada orang lain maka hal itu akan menumbuhkan ketenangan bagi yang melihatnya dan pada gilirannya akan memungkinkan adanya hubungan baik di antara keduanya. Sebaliknya, bila wajah yang ditampakkan seseorang dengan muka masam dan penuh kecemberutan, maka akan menjauhkannya dari orang lain.
Dari sini dapat dipahami bahwa ekspresi-ekspresi wajah dengan sifat-sifatnya yang khusus memiliki dampak yang besar dalam membangun dan menjaga hubungan antar sesama umat manusia.
Lalu, apakah anda mau tersenyum atau cemberut?
Diterjemahkan dari Mahmud Hamdi Zaqzuq, at-tawaashul al-insani wa qadhiyat an-niqab, pengantar buku an-niqab adat wa laysa ibadah. Kairo, 2008