Islam dan Reformasi Agraria: Belajarlah dari Teologi Tanah

Islam dan Reformasi Agraria: Belajarlah dari Teologi Tanah

Islam dan Reformasi Agraria: Belajarlah dari Teologi Tanah

 

Perlawanan para petani pegunungan Kendeng sampai sekarang belum berhenti, meninggalnya bu Patmi seakan-akan tenggelam akan janji-janji pemerintah selama ini.

Para petani pegunungan Kendeng tidak sendiri, baru-baru ini kita disuguhi betapa beratnya perlawanan masyarakat adat Sunda Wiwitan atas gugatan  mempertahankan wilayah adatnya memasuki babak baru setelah eksekusi aset situs Cagar Budaya Nasional Masyarakat Adat Masyarakat Karuhun Urang pada 24 Agustus 2017 lalu gagal dilaksanakan oleh Juru Sita PN Kuningan.

Salim Kancil dan Tosan adalah salah satu perjuang agraria yang harus merasakan kerasnya pemberontakan kepada korporasi yang memiliki dana besar untuk melakukan apa saja demi merebut lahan yang selama ini didiami atau dimiliki secara turun menurun dari nenek moyang mereka. Terbaru adalah kasus di Kendal menimpa Rais Syuriah Ranting NU Desa Surokanto Wetan Kec. Pageruyung Kendal, Kyai Nur Aziz yang divonis 8 tahun penjara dan denda 10 milyar Rupiah atas tuduhan penyerobotan lahan Perhutani KPH Kendal.

Bagaimana Islam memandang persoalan agraria ini khususnya dari sudut pandang yang selama ini banyak bermasalah dan sering merugikan masyarakat lemah ini?

Hassan Hanafi adalah seorang pemikir asal Mesir dan dikenal sebagai tokoh yang menawarkan konsep pemikiran “kiri Islam”. Beliau sering memberikan dobrakan pemikiran yang cukup menggerakkan termasuk dalam persoalan agraria ini.

Pada tahun 1980an, Hassan Hanafi menulisan sebuah tulisan serius di majalah tersohor yaitu Prisma. Pandangan Agama tentang Tanah: Suatu Pendekatan Islam, begitulah judul yang beliau berikan untuk tulisan yang cukup panjang tersebut. Hassan Hanafi seakan-akan membeberkan bagaimana tanggung jawab kita sebagai hamba Tuhan dalam persoalan agraria ini.

Dalam agama-agama khususnya Islam, persoalan tanah belum banyak mendapatkan fokus pembahasan baik dalam teologi, filsafat hingga mistis. Teologi kita masih berwarna teologi kesatuan yang masih merumuskan teologi sebagai perumus Tuhan yang memiliki atribut paripurna yang transeden. Namun Hassan Hanafi merasakan bahwa pandangan agama tentang tanah adalah bagian dari tafsiran untuk kepentingan manusia.

Menurut Hassan Hanafi, dalam dunia yang persoalan tanah menjadi sangat rumit ini, teologi bisa saja berperan menjadi pendukung penindasan atau malah menjadi pembebas bagi mereka yang selama ini tertindas. Seperti apa yang terjadi di Amerika Latin, pandangan agama yang dikembangkan oleh Camilo Torres yang menjadi stempel bagi tentara untuk melegalkan penguasaan tanah yang tidak sah.

Pertanyaan muncul belakangan, mengapa harus ada teologi tanah? Mengapa tanah menjadi masalah krusial saat ini? Di masa lalu, tanah memang belum menjadi masalah. Tanah sudah eksis sejak lama. Namun sejak abad modern, tanah menjadi masalah yang besar, disebabkan penguasaan atau hegemoni imperalis Eropa. Oleh sebab itulah, teologi tanah banyak ditelurkan oleh para pemikir reformis seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, dan Kawakibi.

Teologi tanah ini diharuskan eksis sebagai “Teologi pembebasan” yang menggambarkan teologi abad 20, abad gerakan-gerakan pembebasan di Dunia Ketiga, di mana ada beberapa negara Islam atau berpenghuni masyarakat muslim. Teologi tanah menjadi penting sebab Monoteisme dalam makna aslinya adalah pembebasan kemanusiaan dari segala jenis penindasan, baik dari alam maupun dari manusia.

Pernyataan keberimanan dalam Islam mulai dengan kata pengingkaran: “ Aku bersaksi tidak ada tuhan/ dewa manapun, selain pada Tuhan Yang Maha Esa.” Pengertian dewa-dewa tidaklah baku, sekarang sudah berubah dari zaman ke zaman. Dewa sudah menjelma menjadi perwujudan cita-cita masyarakat manapun yang salah. Setiap kekuatan yang meluap adalah dewa, misalnya kolonialisme, imperalisme, feodalisme, kapitalisme, fasisme, semua ini harus ditolak sebagai refresentasi dewa-dewa zaman ini.

Penolakan atau negasi ini adalah sebuah pernyataan keberimanan ini mengikat manusia pada tanah, mereka yang berada di atas tanah maka wajib melakukan kebaikan. Berdiri di atas tanah dan memeliharanya adalah mereka yang mengamalkan kebenaran dan melakukan kebaikan.

Banyak ceramah yang menjelaskan bahwa iman dan amal baik adalah dua wajah dalam satu mata uang. Beriman yang baik bermakna membangun dan memelihara tanah. Sebaliknya, merusak tanah maka amal buruk.

Dua macam kejahatan yang umum terjadi di atas tanah, material dan moral. Kejahatan material misalnya, adalah pengrusakan tanaman, eksploitasi habis-habisan terhadap tanah, ekstraksi sumber daya alam tanpa ampun, segala jenis pengrusakan juga termasuk pengrusakan manusia dengan membunuh, mengasingkan, menahan juga menindas. Sedangkan kejahatan moral adalah berbuat tidak adil, menipu, dan memenangkan hawa nafsu. Mereka yang menjaga alam akan mendapatkan ganjaran, sebaliknya mereka yang melakukan kejahatan di atas tanah maka akan mendapatkan hukuman.

Allah sebagai pemilik mutlak akan sekalian alam, mewariskan alam ini kepada manusia untuk dijaga bukan untuk dirusak apalagi melakukan kejahatan di alam ini. Alam atau tanah ini diwariskan bukan untuk mereka yang melakukan kejahatan, tapi untuk mereka yang melakukan kebaikan. Mereka inilah yang seharusnya menjadi khalifah di atas bumi.

Pengrusakan atas nama kesombongan, karena keangkuhan dan egoisme. Mereka yang beriman tidak akan melakukan hal-hal tersebut karena sebagai bukti dari keberimanan mereka kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. fatahallahu ‘alaihi futuh al-‘Arifin