Sudah jamak diketahui bahwa Lailatul Qadar merupakan malam yang penuh keberkahan dan kemuliaan. Allah SWT pun menyatakan dengan jelas pada surah Al-Qadr [97] ayat 3 bahwa Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan.
Berbicara tentang keutamaan Lailatul Qadar yang disebut lebih baik daripada seribu bulan, terdapat beragam penafsiran. Imam al-Qurtubi (w. 671 H) mengatakan dalam kitab tafsirnya bahwa mayoritas mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud seribu bulan adalah malam-malam yang tidak terdapat Lailatul Qadar. (Al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an, jil. 22, h. 393)
Pendapat lainnya mengatakan bahwa seribu bulan yang dimaksud adalah durasi waktu beribadah umat terdahulu. Pada masa itu, seseorang tidak disebut ahli ibadah sebelum ia beribadah selama seribu bulan. Sedangkan Lailatul Qadar merupakan keistimewaan yang Allah berikan kepada umat Nabi Muhammad SAW, yang mana ibadah mereka dalam satu malam itu lebih baik daripada ibadah umat terdahulu selama seribu bulan.
Abu Bakar al-Warraq berpendapat bahwa seribu bulan yang dimaksud adalah 500 bulan masa kerajaan Nabi Sulaiman dan 500 bulan masa kerajaan Zulkarnain. Ibn Mas’ud meriwayatkan bahwa pada zaman dahulu, ada seorang lelaki dari Bani Israil yang mengenakan baju perang selama seribu bulan berjuang di jalan Allah. Sedangkan Lailatul Qadar saat ini lebih baik dari seribu bulannya lelaki yang mengenakan baju perangnya itu.
Riwayat lainnya dari Ka’ab al-Ahbar mengisahkan, pada zaman dahulu terdapat seorang raja yang berharap dapat berjuang di jalan Allah dengan harta, jiwa dan juga keturunannya. Allah pun memberikan karunia kepadanya berupa seribu anak. Setiap bulan, orang tersebut mengirimkan satu orang anaknya bersama pasukan dan membekalinya harta. (Al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an, jil. 22, h. 394)
Satu demi satu anaknya dikirmkan ke medan perang setiap bulannya, dan setiap itu pula anaknya gugur. Hal ini terjadi terus-menerus hingga seluruh anaknya yang berjumlah seribu orang gugur saat berjuang, Sang raja telah mengorbankan harta dan anak-anaknya di jalan Allah selama seribu bulan, sebelum akhirnya raja itu ikut maju ke medan perang dan gugur.
Kisah tersebut membuat orang yang mendengarnya menjadi takjub, sebagian dari mereka berkata, “Tidak ada seorang pun yang mampu menyamai perjuangan raja itu di Jalan Allah.” Kemudian Allah menurunkan ayat ketiga dari Q.S. al-Qadr. Sehingga, berdasarkan riwayat ini, seribu bulan yang dimaksud adalah seribu bulan masa perjuangan raja tersebut.
Diriwayatkan pula dari Ali bin Urwah, Nabi Muhammad menyebut empat orang dari Bani Israil, yakni Ayyub, Zakaria, Hizqil, dan Yusya’. Mereka tidak pernah bermaksiat kepada Allah selama 80 tahun hidupnya. Sahabat pun takjub mendengarnya. Hingga datang malaikat Jibril kepada Nabi dan mengabarkan bahwa Allah mengaruniakan Lailatul Qadar kepada beliau dan umatnya yang lebih baik dari masa 80 tahun beribadah empat orang tersebut.
Imam Malik (w. 179 H) dalam kitabnya Muwatta’, sebagaimana dinukil al-Qurtubi, meriwayatkan bahwa suatu kali Nabi Muhammad diperlihatkan usia umat-umat terdahulu yang begitu panjang, berbeda dengan usia umatnya yang relatif pendek. Nabi pun khawatir umat beliau tidak mampu beribadah sebagaimana ibadah umat terdahulu dengan umurnya yang panjang. Lalu Allah mengaruniakan kepada Nabi dan umatnya Lailatul Qadar yang nilai ibadah pada malam itu lebih baik dari ibadah seribu bulan.
Di samping semua riwayat yang disebutkan, ada sebuah riwayat dari Hasan bin Ali yang disebutkan oleh Imam at-Tirmidzi (w. 279 H) dalam kitab Sunan-nya. Riwayat tersebut, sebagaimana dinukil oleh al-Qurtubi, mengandung unsur politis. Riwayat tersebut mengisahkan bahwa Nabi Muhammad bermimpi tentang bani umayyah yang sedang menduduki mimbarnya, hal tersebut membuat beliau tidak senang. (Al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an, jil. 22, h. 395)
Lalu Allah menurunkan Q.S. Al-Kautsar [108] ayat pertama dan Q.S. Al-Qadr [97] ayat ketiga untuk menghilangkan rasa tidak senang tersebut, yang mana ayat tersebut mengabarkan bahwa Allah telah menganugerahkan sungai firdaus di surga dan malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan masa kepemimpinan bani Umayyah kelak di masa pasca wafatnya Nabi.
Terlihat bahwa melalui riwayat ini, al-Hasan sedang berusaha menyudutkan pemerintahan bani Umayyah. Riwayat ini pun oleh Imam al-Suyuthi (w. 911 H) dinilai sebagai riwayat yang munkar jiddan. Munkar menurut salah satu definisi dalam ilmu hadis berarti hadis yang diriwayatkan oleh perawi dhaif yang bertentangan dengan perawi yang kredibel.
Demikian ragam penafsiran tentang seribu bulan dalam ayat ketiga surah al-Qadr. Berdasarkan berbagai riwayat yang disebutkan, dapat dilihat bahwa Lailatul Qadar merupakan keistimewaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada umat Nabi Muhammad. Semoga Allah memudahkan ibadah kita di bulan Ramadhan sehingga dapat mencicipi malam yang mulia ini. (AN)
Wallahu a’lam.