Para pemikir dari kalangan Islam moderat banyak yang menuding Khawarijisme sebagai biang kerok percahnya ukhuwwah islamiyah di kalangan umat Islam saat ini. Sebagai golongan, kaum khawarij memang sudah lama punah namun sebagai sebuah gerakan pemikiran khawarij masih tetap hidup sampai sekarang. Khawarij memang tidak pernah masuk ke Indonesia karena keburu punah. Tetapi ideologi puritannya sering dijadikan inspirasi bagi sebagian ormas-ormas di Indonesia.
Kita boleh tidak setuju dengan asumsi demikian. Kita mungkin bisa mempertanyakan apakah betul semua mazhab di Indonesia tingkat fanatismenya dapat disamakan dengan Khawarij. Apakah betul fanatisme mazhab keagamaan ini sudah ada sejak lama atau hanya muncul menjelang Pilpres baru-baru ini? tentu sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kita harus lebih dulu mengetahui ciri-ciri Khawarij di masa lalu agar kita dapat membaca karakteristik pemikirannya di masa sekarang dan kita dapat berusaha menjauhi dampak negatifnya.
Ciri Khawarij yang pertama ialah mereka sangat patuh kepada teks-teks formal Alquran dan hadis. Mereka menafsirkan Alquran secara literal dan tanpa ada usaha untuk melihat konteks dan maksud dari ayat yang bersangkutan. Mereka tidak dapat menangkap makna yang tersirat dan mereka hanya mengandalkan makna yang tersurat.
Bagi kaum Khawarij, wanita yang haid wajib berpuasa. Hal demikian karena dalam pandangan mereka Alquran tidak memasukkan wanita yang haid sebagai kategori orang yang dibebaskan dari kewajiban berpuasa. Wanita hadi tidak termasuk ke dalam kategori orang yang sakit, atau bepergian atau yang tidak mampu berpuasa.
Ketika ada seorang perempuan mengatakan di depan Aisyah bahwa perempuan haid harus berpuasa, Aisyah bertanya apakah wanita tersebut seorang Khawarij. Aisyah kemudian menegaskan, “Kami diperintah untuk meng-qadha puasa tetapi tidak diperintah untuk meng-qadha shalat.”
Khawarij memang merasa paling berpegang kepada al-Qur’an hanya karena sudah mengutip sepotong ayat yang menunjang pendapat mereka.
Ciri Khawarij yang kedua ialah mereka memang sangat patuh menjalankan ibadat ritual, paling merasa bahwa mereka sendirilah yang paling sesuai dengan ajaran nabi namun mereka sangat kaku dalam hubungan sosial, terutama kepada kaum muslim sendiri.
Bila ayat-ayat mengenai neraka sampai di telinga mereka berguncanglah tubuh mereka seolah-olah mereka berada di pinggir api neraka. Dahi mereka menghitam karena bekas sujud. Tidak jarang mereka menangis terisak-isak dalam salat mereka. Dalam Musnad Ahmad bin Hanbal dikisahkan di depan Nabi tentang seorang laki-laki yang terkenal khusyuk dalam ibadah, tetapi nabi menyuruh sahabat-sahabatnya untuk membunuhnya bila menemukannya. Nabi menubuatkan bahwa orang tersebut akan menjadi sumber perpecahan di kalangan umat Islam. para ulama hadis menyebutkan bahwa orang itu kelak akan menjadi pimpinan kaum Khawarij.
Orang yang begitu patuh menjalankan shalat, yang tidak mau disentuh dengan makanan haram, ternyata dengan dingin membunuh saudaranya sesama muslim hanya karena berbeda pendapatnya dengan kelompok mereka.
Kita mungkin bertanya-tanya apakah betul fenomena Khawarij seperti ini ada di sekitar kita? adakah di antara kita yang secara kaku berpegang kepada al-Qur’an dan hadis hanya dalam kerangka pemikiran kelompok kita dan tidak menghormati penafsiran dan pemahaman kelompok yang lain? apakah dengan mudah kita mengkafirkan sesama muslim hanya karena berbeda pendapat dengan kita lalu kita menghalalkan darahnya untuk dibunuh? Atau kita halalkan segala hal – fitnah, kebohongan, tirani, penyalahgunaan kekuasaan untuk menjatuhkan orang yang tidak sepaham dengan kita?
Bila kita menjawab ya untuk pertanyaan-pertanyaah ini, khawarij masih hidup di sekitar kita.