Selama ini orang-orang hanya mengenal Gus Dur sebagai ulama, ketua PBNU dan Presiden ke-4. Hal ini diceritakan Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid saat memberi sambutan pada acara Haul Gus Dur 2019 di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan (28/12).
“Ternyata masyarakat Indonesia taunya bahwa Gus Dur adalah presiden Indonesia ke-4 dan kyai,” tutur Sinta Nuriyah.
Padahal, menurut perempuan yang telah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, Gus Dur tidak hanya sekedar kyai dan mantan presiden Indonesia.
“Gus Dur juga seorang politisi, seorng demokratis, humanis, humoris, dan Gus Dur adalah seorang budayawan,” tambahnya disusul dengan tepuk tangan dari jamaah haul.
Gus Dur, bagi sang istri, pernah mendapatkan amanah untuk menjawab sebagai ketua DKJ (Dewan Kesenian Jakarta). Tidak hanya itu, menurut Sinta, laku hidup Gus Dur juga mencerminkan seorang budayawan sejati.
“Gus Dur membela tradisi sebagai cermin dari nilai-nilai kemanusiaan. Bagi Gus Dur, tradisi dan budaya adalah ekspresi dari harkat kemanusiaan. Membela dan menjaga kemanusiaan pada hakekatnya adalah menjaga kemanusiaan.
Menurut Sinta, melalaui gagasan Gus Dur tentang pribumisasai Islam, gerakan silaturrahmi budaya yang dilakukan secara terus menerus dan komitmennya mempertahankan berbagai tradisi yang digerus dan dihancurkan oleh sekelompok orang atas nama agama.
“Sepuluh tahun setelah kepergian gus dur, gerakan menggerus budaya semakin masif dilakukan, penghancuran patung, pelarangan ritual tradisi, dan upacara-upacara adat terjadi di beberapa tempat, dan dilakukan atas nama agama. Kondisi ini membuat bangsa ini defisit tradisi,” terang Sinta.
Mantan Ibu Negara ini juga mengingatkan untuk meneledani Gus Dur dalam gagasannya terkait kebudayaan. Sinta menjelaskan bahwa kebudayaan adalah hal penting untuk menjaga kemanusiaan kita. (AN)