Marbot masjid, begitulah sapaan bagi orang yang biasanya rutin mengurus masjid. Pekerjaan ini memang tidak bergengsi, namun siapa sangka Rasulullah Saw justru sangat memuliakannya dan tak memandangnya sebelah mata.
Jika biasanya kita menjumpai marbot masjid adalah seorang laki-laki, di masa Rasul justru ada sahabat perempuan yang menjadi marbot masjid.
Dalam riwayat yang tercantum dalam kitab Sahih al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah, disebutkan bahwa di masa Nabi Saw ada seorang perempuan hitam yang mengurus masjid Nabawi. Orang-orang biasa memanggilnya Ummu Mahjan. Setiap hari, Ummu Mahjan selalu menyapu dan membersihkan masjid itu. Pekerjaannya memang sederhana, namun ia terus istiqomah menjalaninya setiap hari.
Pada suatu hari, Ummu Mahjan sakit. Rasulullah Saw pun berpesan “Apabila ia meninggal dunia, maka jangan kuburkan ia sebelum aku menyalatkannya”.
Ummu Mahjan akhirnya wafat di malam hari karena sakit yang dideritanya. Para sahabat pun mendatangi kediaman Rasulullah Saw setelah shalat isya, namun ternyata beliau sudah tidur. Akhirnya mereka tidak memberitahukan Rasulullah Saw karena khawatir mengganggu istirahat beliau Saw.
Selain itu, mereka juga tidak menganggap Ummu Mahjan sebagai orang penting, sehingga mereka beranggapan tak mengapa jika tidak mengabarkannya kepada Nabi Saw. Mereka akhirnya langsung menguburkan Ummu Mahjan di daerah Baqi al-Gharqad.
Setelah beberapa hari berlalu, Rasulullah Saw merasa heran karena tak lagi bertemu dengan perempuan yang biasanya membersihkan masjid. Beliau Saw pun menanyakan keberadaan perempuan tersebut kepada para sahabat.
Para sahabat lalu mengabarkan bahwa Ummu Mahjan telah wafat beberapa hari lalu.
Begitu kagetnya beliau mendengar kabar tersebut. Wajahnya tampak menahan marah seraya berkata “Mengapa kalian tidak memberitahukannya kepadaku?”
“Ya Rasul, kami takut mengganggu engkau”, jawab para sahabat
Beliau pun berkata “Tunjukkan kepadaku di mana letak kuburannya”,
Para sahabat lalu mengantar Rasulullah Saw menuju makamnya. Setelah sampai, Rasulullah Saw lalu berdiri di dekat makamnya dan melaksanakan shalat gaib untuknya.
Rasulullah Saw kemudian bersabda “Sesungguhnya kuburan-kuburan ini telah dipenuhi kegelapan bagi penghuninya. Dan Allah benar-benar akan memberikan mereka cahaya karena shalat yang aku lakukan atas mereka.”
Dari kisah di atas, setidaknya ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil. Pertama, perempuan di masa Rasulullah Saw tidak hanya berdiam diri di rumah. Mereka juga bersosialisasi, bekerja di ruang publik, dan berkhidmah untuk agamanya, meskipun melalui perbuatan kecil seperti mengurus masjid.
Kedua, Rasulullah Saw memuliakan orang-orang yang mengurus masjid, bahkan sekalipun hanya seorang perempuan hitam. Di masa itu orang berkulit hitam seringkali dipandang sebagai kasta rendah, terbukti dari perlakuan para sahabat yang tidak mengabarkan kematiannya kepada Nabi Saw.
Melalui perbuatannya, Nabi Saw juga berupaya menghapuskan kasta dari budaya Arab. Beliau mengajarkan asas persamaan, bahwa semua manusia sama di hadapan Allah Swt, yang membedakan hanyalah iman dan takwa.
Ketiga, orang yang dishalati oleh Rasulullah Saw akan mendapatkan cahaya di dalam kuburnya. Perlu diketahui pula, bahwa tak sembarang orang dapat dishalati oleh Rasulullah Saw. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Allah Swt melarang Nabi Saw untuk menyalati orang munafik dan orang yang bunuh diri.
Shalat Rasulullah Saw kepada Ummu Mahjan tentu saja menunjukkan bahwa ia adalah orang baik dan juga mulia. Beliau bahkan rela datang ke kuburan Ummu Mahjan dengan berjalan kaki demi menyalati dan mendoakannya. Karena keistiqomahan dan keikhlasannya membersihkan rumah Allah.
Wallahu a’lam bisshowab