Marbot Masjid al-Azhar yang Ahli Ilmu Nahwu

Marbot Masjid al-Azhar yang Ahli Ilmu Nahwu

Seorang marbot masjid al-Azhar belajar dengan giat hingga menjadi ahli nahwu (ilmu gramatikal bahasa Arab) walaupun sudah “berkepala empat”

Marbot Masjid al-Azhar yang Ahli Ilmu Nahwu
Foto: Freepik

Sebagaimana masjid pada umumnya, masjid Al-Azhar, Mesir juga memiliki seorang marbot, namanya Kholid al-Azhari. Ia lahir dari keluarga sederhana di Kampung Jarjah Mesir. sekitar tahun 838 H/1434 M. Ketika masa kanak-kanak, beliau dan keluarganya pindah ke Kairo.

Sebagai marbot Universitas al-Azhar. Pekerjaannya adalah menyalakan lampu-lampu yang digunakan belajar mahasiswa. Setiap hari dengan telaten ia melayani segenap mahasiswa itu dengan perasaan bahagia. Ia begitu bahagia ketika ia bisa berkhidmah pada seorang penuntut ilmu. Ia sadar bahwa ia adalah orang yang bodoh. Ia tidak bisa membaca dan menulis. Padahal umurnya saat itu sudah lumayan tua, 36 tahun.

Dalam Kitab Mushilut Thullab ila Qowaid al-I’rob diceritakan bahwa pada suatu hari, ketika ia menjalani rutinitasnya sebagai penyala lampu. Ia tidak sengaja menumpahkan minyak lampu tersebut pada kitab salah seorang mahasiswa. Ia sangat ketakutan, panik dan bingung harus berbuat apa. Dia bergegas meminta maaf kepada mahasiswa tadi.

Tidak terima dengan ulah pembantu tersebut, mahasiswa tersebut langsung menghardik keras pembantu itu. Berbagai macam sumpah serapah keluar dari mulut mahasiswa tersebut, yang paling menyakitkan di hati marbot tersebut adalah ketika ia disebut sebagai orang yang sangat bodoh, tolol. Menurut sang pelajar, seseorang yang mengetahui berharganya ilmu pasti tidak akan sembarangan dan pasti sangat menghargai sumber ilmu.

Ia sangat terpukul dengan kejadian itu. Ia merenung beberapa hari setelah kejadian itu. Ia berpikir mengenai perkataan mahasiswa itu yang sangat menyakitkan hatinya. Walaupun memang ia sadari. Ia memang orang yang sangat bodoh. Hingga perkataan itu sangat membekas dalam hatinya. Tapi bukan berupa dendam, melainkan asa yang membuatnya memutuskan untuk memulai belajar.

Akhirnya ia berkomitmen untuk mulai belajar. Tidak peduli usianya sudah 36 tahun. Tidak peduli bahwa ia sama sekali tidak bisa apa-apa. Tidak bisa menulis dan membaca. Berbekal tekad yang bulat ia memulai belajar dari nol. Pekerjaannya sebagai tukang lampu ia sudahi.

Semua guru di al-Azhar ia datangi, semua halaqoh keilmuan ia ikuti. Ia menunjukkan semangat yang tinggi pada segenap guru di al-Azhar. Hingga akhirnya setelah sekian tahun giat belajar. Ia mendapatkan hasil yang cukup memuaskan. Ia lulus al-Azhar dan kemudian aktif mengarang juga menjadi staf pengajar di al-Azhar. Semua orang berdecak kagum melihtnya. Bagaimana tidak, seorang pembantu, seorang tukang penyala lampu yang memulai belajar di usia senjanya kini menjadi seorang yang sangat alim dan sangat disegani di lingkungan kampus al-Azhar.

Karangannya begitu banyak. Di antaranya adalah Al-Muqaddimah al-Azhariyyah fi ‘ilmi al-‘Arabiyyah, Syarh al-Ajurrumiyyah, Syarh al-Burdah, At-Tashriih ‘ala at-Taudhiih, dan Tamriin at-Thullab fi Shinaa’ati al-I’rab, kitab yang memuat I’rab bait-bait Alfiyah ibnu Malik, dan masih banyak lagi karya-karya beliau, baik dalam ilmu tata bahasa arab maupun dalam cabang ilmu lainnya.

Atas kepakarannya dalam bidang nahwu ia saat itu dijuluki sebagai Sibawaih (ulama ahli nahwu yang legenderis) pada masanya. Syekh Kholid Al-Azhari wafat sepulang dari menunaikan ibadah haji pada tahun 905 H.

Wallahu a’lam.