Akhir-akhir ini banyak sekali lulusan sekolah umum atau pun pondok pesantren yang ketika kembali kemasyarakat tidak dibutuhkan bahkan banyak yang menganggur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2014, jumlah pengangguran di Indonesia terdapat 9,8 persen dari total 688.660 orang merupakan alumni perguruan tinggi.
Entah, apa yang membuat para lulusan yang sudah terdidik tersebut menganggur. Namun setelah di teliti lebih dalam menurut adab seorang pelajar atau murid kepada gurunya terdapat sesuatu yang dilupakan.
Salah satu yang dilupakan oleh para pelajar jaman now yaitu silaturahim kepada guru yang pernah mengajarnya. Perumpamaan seorang murid kepada gurunya bagaikan sebuah lampu dengan sumber listrik. Murid sebagai lampu dan guru sebagai sumber listriknya. Seorang murid memiliki berbagai macam tingkat kecerdasan. Tingkat kecerdasan murid ini bagaikan jumlah tegangan watt dalam lampu tersebut.
Walaupun lampu tersebut memiliki tegangan watt yang sangat besar misalnya 100 watt. Lampu tersebut tidak akan menyala kalau tidak disambungkan kepada sumber listrik. Sebaliknya walaupun lampu tersebut hanya memiliki tegangan 5 watt akan tepap menyala jika terhubung dengan sumber listrik tersebut atau dalam kata lain sedikit tapi manfaat. Untuk itu lah kita harus menyambung hubungan silaturahim kepada guru-guru kita. Guru yang mana? Pastinya guru ngaji, TK, SD, SMP, SMA dan seterusnya.
Karena dengan jasa guru ngaji atau pun guru TK lah kita dapat membaca dan mengaji. Jangan pernah meremehkan mereka yang mengajari huruf alif dan alfhabet. Justru jasa merekalah yang seharusnya paling kita hargai.
Bahkan Sayyidina Ali Karramallahu wajha pernah berkata” Saya adalah hambanya orang yang telah mengajariku walaupun satu huruf”. Sungguh sudah sepatunya kita menghormati seorang guru. Inilah perilaku seorang pelajar yang seharusnya dilakukan. Beliau rela dijadikan budak, pembantu oleh gurunya. Dan guru merupakan orang tua kita yang kedua dan juga bapak kita dalam agama.
Jika orang tua kita mengurusi jasmani kita kalau guru membimbing rohani kita. Itulah perbedaan dari keduanya maka dari itu kita harus patuh kepada orang tua dan guru kita. Asalkan dalan printah kebaikan dan takwa. Tiada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw.
Saat ini banyak pelajar yang hanya mementingkan ilmu pengetahuan tanpa memerhatikan adab. Ilmu itu terbagi menjadi dua yaitu ilmu dzahir dan batin. Ilmu dzahir adalah ilmu yang bisa didapat dengan kerja keras dan pasti akan berhasil. Sedangkan ilmu batin adalah ilmu yang didapat dari ketaatan kepada guru, berakhlak kepada guru, menghormatinya. Karena itulah banyak orang yang di sekolah atau pondok yang biasa saja tidak terlalu pintar. Namun setelah kembali ke masyarakat ilmunya berguna, ketika hendak melamar pekerjaan mudah di terima.
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi berkata” Ketahuilah, adab adalah tepung sedangkan ilmu adalah garamnya. Ilmu itu hanyalah keberkahan semata”.
Dapat kita ketahui dari perkataan beliau bahwa adab merupakan hal yang sangat penting dari pada ilmu. Orang yang paling baik di dunia ini ialah orang yang baik kelakuannya. Bukan orang yang berilmu. Karena orang beradab pasti berilmu sedangkan orang pintar belum tentu adab.
Pernah suatu ketika Imam Nawawi hendak belajar kepada seorang guru. Beliau bersedekah di perjalanan dan mendoakan gurunya “Ya, Allah tutuplah dariku kekurangan guruku, hingga mataku tidak melihat kekurangannya dan tidak seorangpun yang menyampaikan kekurangan guruku kepadaku”.
Para ulama hakikat mengatakan,”70 persen ilmu itu diperoleh dari kuatnya hubungan (batin,adab dan baik sangka) antara murid dengan gurunya”
Dengan sambungnya kita kepada guru kita pasti mereka senang. Senangnya guru inilah yang membuat mereka ridho dengan kita. Selain itu kita bisa meminta langsung kepada mereka agar selalu mendo’akan agar diberi ilmu yang bermanfaat.
Wallahu A’lam.