Beberapa hari yang lalu, Alvara Research Center mengeluarkan hasil survei tahunannya yang bertajuk “Indonesia Moeslim Report 2019: “The Challenges of Indonesia Moderate Moslems”. Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia ternyata memiliki beberapa kriteria untuk memilih seorang dai atau ustadz/ustadzah.
Kriteria-kriteria inilah yang menghasilkan beberapa ustadz populer yang sangat dikenal masyarakat Indonesia di tahun 2019, mulai dari Ustadz Abdul Somad (UAS), A’a Gym, Yusuf Manshur, dan lain-lain. Salah satu kriteria yang sangat penting adalah Having Strong Religious References, yaitu memiliki referensi kuat terkait agama.
Kriteria tersebut merupakan kriteria yang paling tinggi dari pada kriteria yang lain. Dalam hasil riset Alvara tersebut menunjukkan, kedalaman referensi yang dimiliki oleh seorang ustadz merupakan modal utama agar dikenal masyarakat. Pantas saja, seorang ustadz seperti Abdul Somad sangat dikenal oleh masyarakat, mengingat ceramahnya yang tersusun dari dalil-dalil dalam kitab-kitab ulama terkenal.
Selain Abdul Somad, ada juga Ustadz Adi Hidayat yang juga terkenal dengan referensi-referensi keagamaannya yang cukup dalam. Bahkan beberapa kali UAH menyebutkan halaman kitab yang dikutip, baris ke berapa, dan lain sebagainya. Pengutipan dalil ala UAH ini bisa kita sebut dengan ustadz ensiklopedis.
Pengutipan dalil seperti dalam materi ceramah UAH ini nampaknya diminati masyarakat. Ragam dan kedalaman, serta ketepatan referensi dengan acuan baris dan halaman kitab yang dikutip nampaknya menjadikan seorang ustadz dianggap ahli dan otoritatif untuk berdakwah dan berfatwa. Walaupun memang perlu dilacak ulang seberapa tepat baris dan halaman yang disebutkan, mengingat setiap cetakan kitab berbeda antara satu dengan yang lain berdasarkan penerbit dan volume cetakannya.
Beberapa teman mencoba mengecek referensi yang disebutkan oleh UAH dan ustadz-ustadz yang sama cara penyampaiannya, ternyata tidak semua referensi, halaman, dan cetakan yang disebutkan sesuai dengan kitab yang sebenarnya. Walaupun bagi orang awam, ustadz semacam ini tetap dianggap hebat karena cara menyebutkan referensinya.
Selain kekuatan referensi, masyarakat Indonesia juga menyukai kriteria ustadz yang cakap menjawab persoalan yang ditanyakan umat (Capable to Answer The Problem of The Ummah), tegas, dan humoris. Dalam beberapa kasus, ustadz-ustadz yang terkenal di Youtube biasanya menerima beberapa potong kertas yang berisi pertanyaan dari para jamaah yang hadir. Setelah itu ustadz tersebut menjawab satu demi satu pertanyaan yang diberikan.
Walaupun ada beberapa kelemahan, namun cara seperti ini nampaknya masih diminati oleh masyarakat, karena nampaknya ustadz yang semacam ini dianggap mampun menjawab segala pertanyaan dan problematika yang dirasakan masyarakat. Salah satu kelemahan dari ceramah dengan model seperti ini adalah seorang ustadz dipaksa menjawab sesuatu yang bisa jadi tidak dimengerti oleh ia sendiri.
Jika ia memaksakan untuk menjawab dan ternyata jawabannya kurang tepat atau tidak sesuai dengan tuntunan hukum yang berlaku, ceramah seperti ini justru akan menjadi boomerang bagi ustadz itu sendiri. Kasus UAS, Evie Evendie, dan Khalid Basalamah bisa menjadi contoh kelemahan ceramah dengan model seperti ini. Dengan berbagai kekurangannya, ceramah model ini, sebagaimana hasil survei Alvara masih menjadi favorit kedua setelah kedalaman referensi.
Kriteria terakhir berdasarkan survei Alvara tersebut adalah Good Looking (penampilannya menarik). Hal ini cukup wajar karena beberapa artis yang dianggap baru saja belajar agama dan tiba-tiba menjadi ustadz langsung meroket naik dan populer di masyarakat. Artis yang tiba-tiba jadi ustadz/ustadzah tersebut bisa jadi diminati masyarakat bukan karena kedalaman ilmu agamanya, melainkan karena kecantikan atau kegantengan mukanya.
Lima kriteria ustadz populer berdasarkan hasil riset Alvara tersebut menunjukkan bahwa siapapun bisa jadi ustadz, tergantung siapa segmentasinya. Walaupun sebagian besar masih tetap menganggap bahwa kedalaman referensi menjadi acuan utama.
“Memiliki rujukan ilmu keagamaan yang kuat merupakan hal wajib dan utama yang dilihat oleh umat Islam. Dengan demikian mereka akan mampu menjawab setiap pertanyaan dari jamaah/umat dengan secara jelas dan lugas. Humoris menjadi kriteria tambahanagar jamaah tidak merasa bosan, terutama jamaah dari kalangan muda,” tulis Alvara dalam rilis risetnya. (AN)
Wallahu a’lam.