Tak bisa dipungkiri jika Avengers: Infinity War menjadi salah satu film paling populer dan paling banyak diperbincangkan sepanjang 2018 ini. Dikisahkan, para superhero rekaan Marvel dalam film tersebut bersatu untuk mengalahkan Thanos. Karakter mad titan satu ini berambisi menyeimbangkan dunia dengan cara melenyapkan separuh populasi umat manusia di alam semesta. Jika ditelaah lebih jauh, ideologi Thanos rupanya tak jauh beda dari para teroris yang kerap meresahkan masyarakat Indonesia.
Ada bahaya Thanos yang jauh lebih besar dibanding kekuatan senjatanya. Yang menjadikan sosoknya begitu ditakuti sebenarnya bukanlah kelima soul stone yang berhasil dikumpulkan (atau direbut, lebih tepatnya) dari para superhero Avengers. Bukan pula antek-anteknya semacam Ebony Maw yang bahkan bisa membuat Iron Man kewalahan saat menghadapinya. Kengerian Thanos lebih terletak pada ideologi yang ia percaya dan turunkan pada bawahannya.
Thanos bergerak atas dasar bahwa ia melakukan hal yang benar. Ia bukan Hela dalam Thor: Ragnarok yang rela membunuh demi kekuasaan di Asgard. Berbeda juga dengan Erik Killmonger dalam Black Panther yang berperang demi tahta di Wakanda. Tidak seperti antagonis lain yang bergerak karena dorongan kekuasaan atau harta, Thanos melenyapkan nyawa manusia karena ia merasa itulah hal yang benar untuk dilakukan. Pikirnya, ia akan membawa keseimbangan dunia dengan membunuh separuh makhluk hidup yang ada.
Ideologi Thanos inilah yang membuatnya sulit dikalahkan. Karena ia bergerak atas tujuan yang menurutnya baik, apapun rela ia korbankan, bahkan putrinya sendiri, demi memenuhi ambisinya. Ideologi ini pula yang ia tularkan pada kaki tangannya. Jadilah, pergerakan Thanos makin sulit dibendung. Bahkan, saking sulitnya dikalahkan, hingga akhir film dikisahkan para superhero Avengers belum mampu memukul mundur sang mad titan.
Ideologi yang salah inilah yang ternyata turut dianut oleh para teroris. Seringkali motif pelaku bom bunuh diri yang meresahkan masyarakat adalah karena ingin berjihad. Sebut saja Ahmad Yosefa Ahmad, pelaku bom bunuh diri Gereja Bethel Injil Sepenuh Solo, Jawa Tengah pada September 2011. Demikian juga dengan kasus ledakan bom di tiga gereja di Surabaya pada Mei 2018 yang dilakukan oleh kelompok Jamaah Anshar Daulah-Jamaah Ansharut Tauhid (JAD-JAT).
Motif para pelaku bukanlah karena ingin membalas dendam atau dengan sengaja menciptakan keonaran. Mereka murni melakukannya atas dasar jihad alias berjuang di jalan Allah. Mereka pikir, dengan meledakkan bom dan membunuh nyawa manusia, maka mereka telah melakukan hal yang benar. Bahkan, tak jarang yang melakukan aksi bom bunuh diri dengan harapan bisa mati syahid dan masuk surga. Para teroris yang tertangkap dan dimasukkan ke balik jeruji besi pun rata-rata tak menunjukkan ekspresi bersalah.
Ideologi yang dianut para teroris ini jelas salah kaprah, sama halnya seperti ideologi Thanos. Parahnya lagi, para pemimpin kelompok teroris akan menanamkan ideologi ini kepada anak buahnya. Alhasil, antek-antek teroris turut memiliki pikiran di kepala mereka bahwa meledakkan bom di tempat-tempat umum adalah bagian dari jihad. Inilah salah satu hal yang membuat pergerakan teroris sangat sulit diberantas. Ideologi yang sudah tertanam kuat takkan mudah untuk dihapus dan dihilangkan.
Perlu diingat bahwa Islam sendiri sangatlah benci pada kekerasan apalagi perang. Allah berfirman dalam Quran Surah al-Baqarah ayat 216 yang artinya “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang tidak kamu senangi, (namun) bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagi kamu, dan bisa jadi (pila) kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagi kamu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Bahkan dalam Islam sendiri ada adab dalam berperang yang wajib dipenuhi. Di antaranya adalah tidak boleh membunuh anak-anak, wanita, orang tua, pasien yang sakit, pemuka agama serta binatang. Tidak diperbolehkan pula memotong pohon dan menghancurkan tempat ibadah ataupun bangunan. Tindakan teroris yang mengebom rumah peribadatan hingga menyebabkan kematian sudah pasti bertentangan dengan adab ini.
Siapa yang paling diuntungkan atas ideologi Thanos dan rencananya dalam membinasakan separuh semesta? Tentu saja sang kreator alias Marvel Studios. Konon, hanya dalam waktu 10 minggu pasca rilis, Avengers: Infinity War telah mengantongi pundi-pundi uang sebesar 673.9 juta dollar atau setara 9 triliun rupiah. Lalu, siapa yang paling diuntungkan dari serentetan aksi terorisme di Indonesia? Tentu saja kreatornya yang berhasil menciptakan chaos dan keributan antar umat beragama.
Sudah sepatutnya kita sebagai bangsa Indonesia yang beragama tidak terpancing isu-isu terorisme yang marak sekarang ini. Membentengi diri dengan iman yang kuat akan membantu agar kita tidak mudah digoyang ajaran terorisme. Senantiasa berada di lingkungan yang positif juga bisa menjauhkan diri dari paham radikal yang bisa merusak persatuan bangsa.
Wallahu alam.