Indonesia memiliki tradisi yang sangat beragam khususnya pada musim haji seperti sekarang hanya orang orang yang akan berangkat haji melaksanakan tasyakuran atau disebut dengan Walimatus Safar.
Para jemaah haji biasanya mengundang keluarga tetangga atau kerabat dekatnya untuk makan-makan sebelum berangkat haji. Makanan yang disuguhkan juga sangat beragam, tergantung pada kemampuan finansial dan tradisi di masing masing daerah.
Bagaimana Hukum Walimatus Safar?
Dalam Al-Quran, Hadis dan beberapa literatur para ulama, memang tidak dijelaskan secara eksplisit kesunnahan melaksanakan walimatus safar untuk orang yang akan berangkat haji.
Namun, ada beberapa pendapat ulama dan hadis yang menjelaskan hal serupa, meski tidak sama. Yang disebut para ulama dan hadis adalah tasyakuran setelah pulang haji.
Misalnya syekh Muhyiddin Abdus Shomad dalam kitabnya Al-Hujaj Al-Qat’iyah fi Shihhati; Mu’taqidaati wa Amaliyaati an-Nahdliyah. Menurutnya, disunnahkan untuk menggelar tasyakuran selepas pulang haji.
يستحب للحاج بعد رجوعه بلده ان يتحر جملا او بقرۃ او يذبح شاۃ للفقراء والمساكين والجيران والاخوان تقربا الی الله عز وجل كما فعل النبي صلی عليه وسلم.
“Disunnahkan bagi orang yg haji setelah pulang ke negeranya untuk menyembelih unta, sapi atau kambing untuk di berikan kepada orang fakir, miskin, tetangga dan saudara. Hal ini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana di kerjakan oleh Rasulullah SAW.”
Rasulullah Saw juga pernah melakukan semacam tasyakuran ketika beliau datang dari Mekkah. Hal ini termaktub dalam Kitab Sahih al-Bukhari yang ditulis oleh Imam al-Bukhari, diriwayatkan dari sahabat Jabir R.A.
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما, ان النبي صلی الله عليه وسلم لما قدم المدينۃ نحر جزورا او بقرۃ.
Dari Jabir bin Abdullah ra. Bahwasanya Nabi Muhammad SAW ketika kembali ke Madinah menyembelih kambing atau sapi.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw ini dalam tradisinya saat itu disebut dengan Naqiah. Hal ini dijelaskan oleh Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’: “Disunnahkan naqi’ah, yaitu makanan yang dihidangkan karena kedatangan musafir, baik disiapkan oleh musafir itu sendiri atau orang lain yang menyambut kedatangan musafir”.
Walaupun pendapat ulama dan hadis di atas tidak menjelaskan hukum mengadakan selamatan sebelum berangkat haji, tetapi pada prinsipnya substansi selamatan tidak jauh berbeda dengan naqi’ah. Naqi’ah diadakan atas dasar rasa syukur dan bahagia dengan keselamatan musafir. Sementara selamatan juga diadakan sebagai ungkapan rasa syukur dan bahagia karena diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk menunaikan ibadah haji.
Imam Syafi’i berkata:
تصدق الوليمۃ علی كل دعوۃ لحادث سرور
Artinya: Walimah itu mencakup setiap ajakan (undangan) karena ada kebahagian.
Berdasarkan pendapat Imam Syafi’i, pelaksanaan walimatul haj atau walimatus safar dapat dibenarkan, kerena ia adalah bagian dari ekspresi kebahagiaan, karena telah mendapat panggilan mulia ke Baitullah.
Jika diperhatikan, substansi selamatan haji atau walimatus safar tidak ada yang bertentangan dengan syariat Islam, bahkan di dalamnya terdapat unsur doa dan sedekah yang sangat dianjurkan Islam. Ulama mengatakan, al-ibrah bi al-musamma la bi ismi, menghukumi sesuatu mesti difokuskan pada substansi, bukan pada namanya saja. Meskipun nama atau istilah selamatan atau walimatus safar baru muncul belakangan, tetapi substansinya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Walimatus Safar Tidak Membebani dan Tidak Berlebih-lebihan
Meskipun dalam Islam Walimatus Safar diperbolehkan namun ada ketentuan ketentuan yang perlu diperhatikan ketika menyelenggarakan Tasyakuran haji ini salah satunya adalah tidak membebani orang yang akan berangkat haji atau sahibul hajat.
Mengingat karena orang yang akan berangkat haji membutuhkan bekal yang tidak sedikit. Oleh karena itu alangkah lebih baiknya jika tasyakuran atau Walimatus Safar dilakukan dengan cermat, tanpa mengorbankan bekal-bekal yang disiapkan untuk haji apalagi sampai meninggalkan beban bagi keluarga yang akan ditinggalkan.
Para tetangga atau kerabat yang diundang dalam acara Walimatul Safar sebaiknya tidak mempersoalkan makanan yang disajikan oleh pemilik hajat. Karena pada dasarnya, inti dari Walimatus Safar adalah mendoakan orang yang akan berangkat, bukan terletak pada makanannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan saat menyelenggarakan Walimatus Safar adalah tidak menghambur-hamburkan makanan atau berlebih lebihan. Meskipun Walimatus Safar diperbolehkan dalam Islam sebagaimana yang telah dijelaskan di atas namun jika dilaksanakan dengan menghambur-hamburkan makanan atau bahkan berlebih lebihan maka itu akan menjadi hal yang dilarang Islam. Allah sama sekali tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Apalagi sampai menjadi ajang pamer kekayaan atau kelebihan kepada tetangga atau kerabat. Naudzubillah.
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا [الأعراف:31]
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan.”
Wallahu a’lam.