Tujuan utama hidup adalah beribadah kepada Allah SWT. Semudah itu diucapkan, namun pada praktiknya hal ini sulit dilaksanakan. Tentu tingkat kesulitan perindividu berbeda, ada yang merasa berat menjalankan ibadah-ibadah sunnah, ada juga yang ibadah wajib pun terasa berat dilakukan.
Bagaimana cara mengatasinya? Imam Abdullah Al-Haddad pernah ditanya “Apa obat bagi orang yang keberatan melakukan amal kebaikan dan condong pada kesenangan nafsunya padahal dia senang pada amal baik dan membenci perbuatan jelek?”
pertanyaan ini diabadikan dalam kitab beliau Al-Nafais Al-Alawiyyah. Beliau menjawab:
اعلم أن لهذا الأمر أسباباً أربعة: الأول: الجهل، وإزالته بالعلم النافع. الثانى: ضعف الإيمان، وتقويته بالنظر في ملكوت السموات والأرض وملازمة الأعمال الصالحة. الثالث: طول الأمل، ومعالجته بذكر الموت واستشعار هجومه في كل حال وحين. الرابع: أكل الشبهات، والخلاص منه بالورع مع التقلل من الحلال. فمن عالج نفسه حتى أماط عنها هذه الأسباب بأضدادها المذكورة، صار لا يمل من فعل الطاعات ولا يسأم من تعاطي الخيرات في جميع الأوقات ولا يميل ولا يأنس بالشهوات واللذات الفانيات
“Ketahuilah bahwa hal itu disebabkan 4 hal. Pertama, ketidaktahuan. Cara menghilangkannya adalah (belajar dan menggantinya) dengan ilmu yang manfaat.
“Kedua, iman yang lemah. Cara menguatkannya adalah dengan melihat kekuasaan Allah di langit dan bumi serta membiasakan melakukan amal saleh.
“Ketiga, harapan dan keinginan yang berlebih. Cara mengobatinya adalah dengan mengingat mati dan menyadari bahwa ajal bisa datang sewaktu-waktu.
“Keempat, memakan makanan syubhat, cara menyelamatkan diri dari itu adalah dengan menjaga diri dari hal-hal syubhat dan tidak berlebihan mengkonsumsi barang halal.
“Siapa pun yang berhasil menghilangkan 4 hal tersebut dari dirinya maka dia tidak akan bosan melakukan ibadah dan takkan merasa jemu melakukan amal-amal baik di setiap waktu. Juga tidak akan tergoda dan senang pada syahwat dan kesenangan yang fana.”
Tentunya hal itu tidak bisa dicapai dengan mudah, dan kenikmatan melaksanakan ibadah tidak bisa dirasakan bagi pemula. Hal ini disampaikan sendiri oleh beliau:
ولا ينبغي أن يطلب ذلك في البدايات فإنه لا يحصل إلا بعد المجاهدات، بذلك جرت سنة الله تعالى ولن تجد لسنة الله تبديلا. فإن الإنسان في أول الأمر يجانب المخالفات ويفطم نفسه عن الشهوات ويكلفها العمل بالطاعات تكلفاً مع الاستثقال والمشقات، حتى يعلم الله سبحانه وتعالى صدقه في إقباله ورغبته في عمارة قلبه واستقامة حاله فعند ذلك ينظر إليه ويشمله بلطفه الخفيّ، فيجد في الطاعات والعمل بالصالحات مالا مزيد عليه من النعيم واللذات في غير شغل عن الله ويجد في الشهوات غاية المرارات
“Tidak sepatutnya mencari kenikmatan itu di awal (taubat). Karena hal itu baru akan lahir setelah melewati beberapa fase mujahadah (melawan nafsu). Seperti itulah ketetapan Allah berjalan, kau tidak akan menemukan pengganti bagi ketetapan-Nya. Sesungguhnya manusia pada awal perjalanan taubatnya akan menjauhi larangan dan melepas dirinya dari syahwat, serta membebaninya dengan amal-amal ibadah dengan berat dan susah payah. Hal ini terus berjalan hingga Allah mengetahui kesungguhannya dalam menghadap-Nya, dan stabilitas perilakunya (istiqomah). Maka pada saat itu Allah akan melihatnya dan menyelimutinya dengan kelembutan. Maka dia akan merasa bahwa ibadah dan amal saleh sebagai hal ternikmat dan merasa syahwat adalah hal yang sangat pahit”
Wallahu A’lam.