Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempari batu atau sejenisnya sampai mati. Keberadaan hukum rajam dalam ketentuan hukuman pidana Islam merupakan hukuman yang telah diterima oleh hampir semua fuqaha, kecuali kelompok Azariqah dari golongan Khawarij.
Menurut mereka hukuman untuk jarimah zina, baik muhsan maupun ghairu muhsan adalah hukuman jilid seratus kali berdasarkan firman Allah swt dalam QS. al-Nur: 2,
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”
Sedangkan fuqaha yang menyepakati hukuman rajam bagi pelaku zina muhsan berpendapat bahwa hadis shahih yang berkenaan dengan hukuman rajam dapat mentakhsis QS an-Nur ayat 2 tersebut di atas.
Dari beberapa riwayat hadis, ditemukan ada empat kasus praktik rajam yang melibatkan enam orang pada masa Nabi. Mereka adalah dua orang Yahudi, Maiz Ibn Malik, wanita dari suku Ghamidiyah, wanita majikan buruh.
Kasus pertama, menimpa dua orang Yahudi yang meminta Nabi saw sebagai kepala negara Madinah untuk menyelesaikan kasusnya berdasarkan ketentuan yang ada di dalam kitab suci agamanya yakni Taurat. Hal ini menurut Az-Zarqani terjadi pada bulan Zulhijjah tahun ke-4 Hijriyah sebagaimana dikisahkan dalam hadis riwayat Muslim.
Kasus kedua, dialami Maiz Ibn Malik yang mengaku telah berzina dengan seorang budak Hazzal bernama Fatimah. Ia mengakui perbuatannya pada Abu Bakar lalu Umar Ibn Khattab. Tetapi keduanya menganjurkan agar ia menutupi aib itu dan memintanya untuk bertaubat. Karena tidak puas dengan solusi keduaanya, atas anjuran Hazzal akhirnya Maiz langsung menghadap Nabi saw. Nabi memalingkan muka dari Maiz sampai tiga kali dan menyuruhnya pulang untuk bertaubat. Tak putus asa Maiz mendatangi Rasul dari arah mukanya yang lain dan berujar “Ya Rasul, aku telah berzina!” Setelah dia bersaksi empat kali atas dirinya, maka Nabi saw memanggilnya dan bertanya: “Apakah kamu gila?” “Tidak wahai Rasul”, jawabnya. “Kamu sudah menikah?” tanya Nabi. “Ya”, jawabnya. Maka Nabi saw bersabda: “Pergilah kalian bersama orang ini, dan rajamlah ia!”
Kasus ketiga, dialami oleh wanita dari bani Ghamidiyah, dari Buraidah dikisahkan bahwa seorang perempuan datang kepada Rasulullah saw dan berkata: “Ya Rasulullah, aku telah berzina padahal aku sudah menikah. Dan aku hamil dari perzinaan ini. Sucikan aku dengan hukuman mati sebagaimana perintah Allah swt dalam Al-Quran”. Rasul menolak pengakuannya. Tak putus asa, keesokan harinya dia datang kembali seraya mengatakan bahwa dia telah hamil. Nabi saw berkata “Pergilah sampai kau lahirkan anakmu itu”. Seusai melahirkan ia kembali pada Nabi sambil membawa anaknya. Beliau bersabda “Susuilah anakmu dahulu hingga waktunya disapih”. Setelah anaknya disapih, al-Ghamidiyah kembali pada Nabi sambil membawa anaknya dan sepotong roti “Wahai Rasul, anakku telah kusapih, dia sudah bisa memakan roti ini.” Nabi menyerahkan anak itu pada kaum muslimin, beliau memerintahkan untuk menggali lubang sedalam atas dada lalu memerintahkan orang-orang untuk merajam wanita tersebut.
Kasus keempat, dikisahkan dari Abu Hurairah dan Zaid Ibnu Khalid al-Juhany bahwa ada seorang Arab Badui menemui Rasulullah saw dan berkata: “Wahai Rasul, dengan nama Allah aku hanya ingin engkau memberi keputusan kepadaku dengan Kitabullah. Anakku menjadi buruh orang ini, lalu ia berzina dengan istrinya. Ada orang yang memberitahukan kepadaku bahwa ia harus dirajam, namun aku menebusnya dengan seratus ekor domba dan seorang budak wanita. Lalu aku bertanya kepada orang-orang alim dan mereka memberitahukan kepadaku bahwa puteraku harus dicambuk seratus kali dan diasingkan setahun, sedang istri orang ini harus dirajam. Maka Rasulullah saw bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, aku benar-benar akan memutuskan dengan Kitabullah. Budak wanita dan seratus domba akan dikembalikan kepadamu dan anakmu akan dihukum cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. Adapun engkau wahai Unais (panggilan bagi Anas bin Malik), esok pagi datangilah wanita tadi. Jika dia mengaku maka rajamlah dia.” Kemudian Unais mendatangi wanita itu dan dia mengakuinya. Maka Rasulullah saw memerintahkan agar wanita itu dirajam.”
Dari beberapa kasus di atas, dapat kita ketahui bahwa Rasul menerapkan hukuman rajam pada para pelaku zina sebab mereka melaporkan perbuatan mereka sendiri pada Nabi. Nabi sama sekali tidak mencari-cari kesalahan mereka untuk dirajam. Sebagaimana Maiz yang berkali-kali diacuhkan Nabi, wanita dari bani Ghamidiyah pun berkali-kali diberi kesempatan oleh Nabi untuk bertaubat saja. Namun keteguhan hati dan ketakutan mereka terhadap azab Allah membuat mereka lebih memilih untuk dirajam saja demi menebus dosa mereka.
Selengkapnya, klik di sini