Hari lebaran di Indonesia memiliki banyak kekhasan tersendiri, mulai dari makanan hingga acara-acara keluarga khusus yang hanya ada pada momen hari tersebut. Di antaranya ketupat, mudik lebaran, halal bihalal hingga acara ziarah ke pemakaman secara serentak bersama keluarga. Namun apakah semuanya itu ada dalam tuntunan agama?
Nah, untuk jenis makanan semacam ketupat, tentu ini hanya tradisi dan budaya orang Indonesia. Akan tetapi, konon, ketupat berasal dari kata kupat, bahkan sebagian daerah memang menyebutnya kupat yang berarti ngaku lepat, alias mengakui kesalahan. Hal ini merupakan modal bagus untuk silaturahim. Terkait silaturahim, Nabi pernah ditanya oleh seseorang terkait amalan yang dapat memasukkannya ke surga. Lengkapnya :
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ قَالَ مَا لَهُ مَا لَهُ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ
Bahwa ada seseorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Kabarkan kepadaku suatu amal yang akan memasukkan aku ke dalam surga”. Dia kembali bertanya, “Apakah itu?” Kemudian Nabi SAW bersabda, “Yaitu kamu menyembah Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, kemudian mendirikan shalat, lalu tunaikan zakat, dan menyambung hubungan kekerabatan (shilaturrahim)”. (HR. Bukhari)
Adapun mudik, halal bihalal dan ziarah kubur bersama, jelas ada tuntunannya dalam hadis Nabi SAW riwayat Imam al-Bukhari. Dalam satu hadis, Rasulullah SAW menyusuri jalan berbeda ketika hendak berangkat dan pulang dari shalat ‘Ied.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Dari Jabir bin ‘Abdullah ra., ia berkata, “Jika Rasulullah SAW shalat ‘Ied, Nabi mengambil jalan yang berbeda (antara berangkat dan kembali).” (HR. Bukhari)
Menurut ulama, seperti halnya dijelaskan dalam kitab Fathul Bari, hal ini bukan semata-mata jalan-jalan saja, akan tetapi hal ini dilakukan Rasul SAW untuk mengunjugi kerabat, sanak keluarga, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Wallahu a’lam.