Allah SWT telah menciptakan malam sebagai waktu beristirahat bagi manusia, dan menciptakan siang sebagai waktu untuk mencari penghidupan, namun meskipun demikian, Allah SWT menempatkan waktu-waktu khusus tertentu di malam hari yang memiliki nilai istimewa jika digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Allah SWT berfirman, “Dan pada sebahagian malam bertahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan-Mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” (QS. Al-Isra: 79).
Sebagai hamba terbaik Allah SWT Nabi Muhammad SAW senantiasa mengisi malam-malam harinya dengan ibadah-ibadah sunnah sebagai bentuk rasa syukur beliau kepada Allah SWT. Bahkan, dalam sebuah riwayat salah seorang sahabat mendapati kaki Rasulullah SAW membengkak akibat terlalu lama berdiri melaksanakan salat malam, sahabat itupun berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, untuk apa semua ini? Bukankah, Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah SAW pun menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba Allah Yang Bersyukur”. (Muttafaq Alaih)
Dari riwayat tersebut kita mengetahui bahwasannya Rasulullah SAW senantiasa mengisi malam-malamnya dengan ibadah sunnah sebagai rasa syukur kepada Alllah SWT, tidak terkecuali pada malam-malam Ramadan yang beliau dapati. Bahkan lebih dari itu, pada malam-malam Ramadan beliau selalu menambah intensitas ibadah beliau sebagai bentuk penghambaan seutuhnya kepada Allah SWT.
Dalam sebuah riwayat, Abdullah bin Abbas RA mendeskripsikan bahwasannya Rasulullah SAW pada tiap-tiap malam Ramadan, senantiasa didatangi malaikat Jibril AS, untuk mendaras “mempelajari” Al-Qur’an…(HR. Bukhari)
Selain intensitas mempelajari Al-Qur’an yang senantiasa beliau lakukan bersama Jibril AS di malam-malam Ramadan, beliau juga senantiasa menghidupkan malam-malam Ramadannya dengan salat-salat sunnah.
Aisyah RA meriwayatkan bahwasannya pada bulan Ramadan, Rasulullah SAW keluar pada malam hari, dan melaksanakan salat “sunnah” di masjid, dan beberapa sahabat ikut salat bersamanya, lalu mereka saling menyampaikan kepada yang lain, hingga bertambahlah jumlah mereka, kemudian mereka salat bersama Rasullah SAW, dan pada pagi harinya tersebarlah kabar tentang salat yang mereka laksanakan bersama Rasulullah SAW, hingga pada hari ketiga jumlah para sahabat yang ikut melaksanakan salat “sunnah” bersama Rasulullah SAW bertambah banyak…, lalu, pada malam keempat, Rasulullah SAW tidak hadir ke masjid, hingga beliau keluar untuk salat subuh, dan ketika selesai melaksanakan salat subuh, Rasulullah SAW menghadap kepada para sahabat, lalu beliau menyampaikan: “sungguh aku mengetahui antusias kalian, namun aku khawatir salat sunnah ini akan diwajibkan kepada kalian sehingga akan membebani kalian” (Muttafaq Alaih).
Lebih lanjut, pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, Rasulullah SAW mengisinya dengan itikaf dan ibadah-ibadah sunnah lainnya, sebagai manifestasi pendekatan diri kepada Allah SWT, dalam rangka menyambut malam lailatul qadar yang penuh dengan keberkahan. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umara bahwasannya Rasulullah SAW senantiasa beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. (HR. Bukhari)
Berdasarkan keterangan di atas, kita dapat mengetahui bahwasannya Rasulullah SAW senantiasa mengisi malam-malam bulan Ramadan dengan ibadah-ibadah sunnah. Diantaranya, “mendaras” (mempelajari) Al-Qur’an dengan Malaikat Jibril AS, melaksanakan salat malam, serta beritikaf di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. ibadah-ibadah tersebut merupakan bentuk penghambaan beliau kepada Allah SWT sebagai hamba yang bersyukur kepada Allah SWT, serta merupakan contoh terbaik yang bisa diteladani oleh Umat beliau.