Semakin dekat dengan Ilahi, semakin cepat kebutuhan kita dipenuhi. Begitulah pesan yang tersirat dari salah satu ayat dalam Al-Qur’an. Allah mengingatkan manusia agar sealu ingat kepada Tuhannya dengan bermacam-macam amal sholih. Semua itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah.
Pernahkah kita merasa berat untuk melaksanakan shalat Shubuh di pagi hari? Atau merasa sulit untuk bersedekah setelah menerima gaji bulanan? Enggan berhubungan dengan orang tanpa mengganggu dan menyakitinya? Atau seberapa sering kita merasa jauh dari Allah?
Ibnu Atha’illah memberikan nasehat indah dalam karyanya “Al-Hikam” sebagai berikut:
أُخْرُجْ مِنْ أَوْصَافِ بَشَرِيَّتِكَ عَنْ كُلِّ وَصْفٍ مُنَاقِضٍ لِعُبُودِيَّتِكَ لِتَكُونَ لِنِدَاءِ الْحَقِّ مُجِيبًا وَمِنْ حَضْرَتِهِ قَرِيبًا.
“Keluarlah dari sifat-sifat manusiawimu, maksudnya dari semua sifat yang menentang penghambaanmu kepada Allah, agar dapat memenuhi panggilan-Nya dan dekat di hadirat-Nya (menyaksikan dirinya benar-benar selalu di hadapan-Nya).”
Nasehat tersebut mengingatkan kita untuk kelur dari sifat-sifat kemanusiaan tercela yang bertentanagn dengan penghambaan kepada Allah. seperti apakah itu? Tiada lain adalah sifat-sifat tercela seperti berbanggga diri, rakus, dengki, marah dan semisalnya. Sifat-sifat tercela ini nyata adanya seiring firman Allah dalam QS As-Syams ayat 7-8:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا.
“Demi jiwa manusia dan kesempurnaannya, kemudian Allah jelaskan kepadanya, kepada jiwa-jiwa yang keji dan jiwa-jiwa yang bertakwa.”
Sifat-sifat kemanusiaan yang tercela tersebut merupakan sub/cabang (furu’), sedangkan suatu efek yang jadi induk utamanya adalah keberpihakan orang terhadap dirinya sendiri (ananiyah). Karena itu semua yang tidak baik itu perlu diatur dan dididik agar tidak melewati batas yang sewajarnya.
Syaikh Sa’id Ramadhan al-Buthi mengisyaratkan bahwa sifat-sifat ini dianggap tercela dalam agama Islam hanya ketika melewati batas, laksana air sumber kehidupan melewati batas kapasitasnya menjadi banjir bandang yang menghancurkan; dan laksana obat semestinya diminum dengan takaran, namun ditenggak untuk mengenyangkan. Karena itu, dalam menjalankan perintah Allah dan amalan baik lainnya kita perlu meminimalisir sifat-sifat tercela tersebut.
Seperti yang dituliskan Ibnu Atha’illah, yang seperti itu agar dapat memenuhi panggilan-Nya dan dekat di hadirat-Nya. Setelah kita memperhatikan ibadah-ibadah lahiriah (wudlu, shalat, dan membaca Al-Qur’an), yuk kita tingkatkan ke level berikutnya dengan memperbaiki sifat-sifat yang melekat pada diri kita. Mengatur diri dan meminimalisir sifat tercela agar lebih ringan dan mudah menjalankan perintahnya.