Para Ahli Timur Tengah mengatakan kepada Channel NewsAsia bahwa Indonesia bisa memanfaatkan posisi Islam moderat yang menjadi ciri khas mereka untuk berbicara kepada dua belah guna mengakhiri konflik.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, juga rumah bagi bagi Muslim Sunni dan Syiah. Sunni menjadi mayoritas, sementara Syiah berjumlah hanya sekitar 2 juta dari 25 juta penduduk muslim di negara itu.
Untuk itu, Indonesia harus mendesak Arab Saudi dan Iran untuk mengakhiri ketegangan setelah terjadinya eksekusi seorang ulama Syiah terkemuka, Sheikh Nimr al-Nimr, di Arab Saudi.
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia akan tetap netral dalam konflik ini, dan berusaha mencari cara untuk memfasilitasi perdamaian antara kedua negara. Indonesia dapat memainkan peran penting sebagai mediator dan menjembatani konflik yang tengah memanas ini.
Profesor Azyumardi Azra, anggota dewan pengawas Pusat Studi Islam dan Masyarakat Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Universitas, mengatakan: "Indonesia akan diterima oleh kedua negara ini. Akan sangat sulit bagi mereka untuk menerima pihak lain untuk menjadi kekuatan mediasi. Mari bicara tentang AS atau Uni Eropa, mereka tidak dapat diterima terutama oleh Iran.
"Indonesia bisa berbagi pengalaman selama masa transisi Mesir menuju demokrasi ketika Arab Spring (pergolakan arab-red)."
Profesor Azyumardi menambahkan bahwa Indonesia seyogyanya memanfaatkan hubungan baik dengan kedua Arab Saudi dan Iran. "Indonesia harus mengambil inisiatif ini, lebih cepat lebih daripada nanti (semakin panas)," katanya.
Kementerian Luar Negeri Indonesia telah menunjukkan kepeduliannya tentang situasi yang kian memburuk di kawasan ini, juga tentang Arab-Iran dan konflik di Rusia. Mereka juga telah bekerjasama dengan organisasi-organisasi islam kenal ke Arab Saudi, Iran, Rusia serta Organisasi Kerjasama Islam dan menghimbau untuk tetap menahan diri supaya situasi tidak bertambah buruk.
Di Indonesia, ada kekhawatiran bahwa konflik itu bakal berdampak di dalam negeri, apalagi telah terjadi gesekan antara kelompok Sunni dan Syiah selama bertahun-tahun.
Dr Syafiq Hasyim, direktur eksekutif di International Centre Islam dan Pluralisme (ICIP), mengatakan: "Sebenarnya ini yang saya khawatirkan, karena baik pemerintah, Saudi maupun juga Iran, sangat aktif di Indonesia untuk mendukung gerakan masing-masing di masyarakat. Mereka sudah memiliki pendukung di Indonesia, tentu hal ini akan menimbulkan ketegangan. "
Dr Syafiq pun berharap masyarakat Muslim Indonesia menyadari bahwa hal ini bukan semata masalah agama. "Ini konflik politik, terkait dengan hubungan internasional antara Arab Saudi dan Iran," katanya, (CNA/dpr/sindikasidamai)