Shalat Jamaah memang menjadi salah satu anjuran yang sangat penting untuk dilakukan bagi seorang muslim, walaupun hukumnya sunnah muakkad menurut jumhur ulama namun keutamaannya sangat besar.
Namun terkadang, keinginan untuk melakukan shalat jamaah tidak berbanding lurus dengan kenyataan yang ditemui saat melakukan shalat jamaah. Seperti, bacaan imam yang terlalu panjang. Apalagi jika kita terlalu lelah dan ngantuk karena melakukan kegiatan seharian penuh, orang tua yang sudah berumur sehingga tidak mampu berdiri terlalu lama, atau buru-buru karena ada hal yang harus segera dilakukan setelah shalat.
Nah, bagaimana jika demikian, bolehkah kita meninggalkan jamaah karena bacaan imam yang terlalu panjang?
Dalam sebuah hadis riwayat Imam al-Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah memperingatkan Muadz bin Jabal karena terlalu panjang membaca al-Quran.
حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَأْتِي قَوْمَهُ فَيُصَلِّي بِهِمْ الصَّلَاةَ فَقَرَأَ بِهِمْ الْبَقَرَةَ قَالَ فَتَجَوَّزَ رَجُلٌ فَصَلَّى صَلَاةً خَفِيفَةً فَبَلَغَ ذَلِكَ مُعَاذًا فَقَالَ إِنَّهُ مُنَافِقٌ فَبَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا قَوْمٌ نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا وَنَسْقِي بِنَوَاضِحِنَا وَإِنَّ مُعَاذًا صَلَّى بِنَا الْبَارِحَةَ فَقَرَأَ الْبَقَرَةَ فَتَجَوَّزْتُ فَزَعَمَ أَنِّي مُنَافِقٌ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ ثَلَاثًا اقْرَأْ وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَنَحْوَهَا
“Telah menceritakan kepada kami (Amr bin Dinar) Jabir bin Abdullah bahwa Mu’adz bin Jabal radliallahu ‘anhu pernah shalat (dibelakang) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian dia kembali ke kaumnya untuk mengimami shalat bersama mereka dengan membaca surat Al Baqarah, Jabir melanjutkan; “Maka seorang laki-laki pun keluar (dari shaf) lalu ia shalat dengan shalat yang agak ringan, ternyata hal itu sampai kepada Mu’adz, ia pun berkata; “Sesungguhnya dia adalah seorang munafik.” Ketika ucapan Mu’adz sampai ke laki-laki tersebut, laki-laki itu langsung mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum yang memiliki pekerjaan untuk menyiram ladang, sementara semalam Mu’adz shalat mengimami kami dengan membaca surat Al Baqarah, hingga saya keluar dari shaf, lalu dia mengiraku seorang munafik.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai Mu’adz, apakah kamu hendak membuat fitnah.” -Beliau mengucapkannya hingga tiga kali- bacalah Was syamsi wadluhaaha dan wasabbih bismirabbikal a’la atau yang serupa dengannya.” (Lihat: al-Bukhari, Sahih Bukhari, [Kairo: Dar Thauq an-najah, 1422 H], j. 8, h. 26)
Salah satu ijtihad Imam al-Bukhari dalam hadis tersebut adalah memperbolehkan makmum untuk keluar dari jamaah ketika Imam membaca surat yang terlalu panjang. Imam al-Bukhari memberikan tarjamatul bab (nama bab) dari hadis tersebut dengan “Bab man sakā Imamahu idza tūla” (Bab seseorang yang mengadukan imamnya karena bacaan panjang). Selain itu, Imam Bukhari juga memasukkan hadis tersebut dalam bab “Man Lam yarā ikfāra man qāla dzalika muta’awwilan au jāhilan” (Bab mengafirkan seseorang tanpa klarifikasi atau jahil).
Ibn Huzaimah juga memasukkan hadis tersebut dalam bab “rukhsah fi khurujil ma’mūm min ṣalātil Imām” (Bab keringanan bagi makmum yang keluar dari shalat jamaah bersama imam). Artinya, Ibn Huzaimah menyatakan bahwa diperbolehkan bagi makmum untuk meninggalkan jamaah jika imam membaca surat yang terlalu panjang, bahkan termasuk rukhsah (keringanan).
Ibnu Rajab al-Hanbali menyebutkan bahwa jika bacaan Imam terlalu panjang, maka makmum diperbolehkan meninggalkan jamaah jika terlalu capek dan diperbolehkan melakukan shalat sendiri di dalam masjid walaupun jamaah di masjid tersebut masih berlangsung.
فيستدل بهذا: عَلَى أن الإمام إذا طول عَلَى المأموم وشق عَلِيهِ إتمام الصلاة مَعَهُ ؛ لتعبه أو غلبه النعاس عَلِيهِ أن لَهُ أن يقطع صلاته مَعَهُ ، ويكون ذَلِكَ عذراً فِي قطع الصلاة المفروضة ، وفي سقوط الجماعة فِي هذه الحال ، وأنه يجوز أن يصلي لنفسه منفرداً فِي المسجد ثُمَّ يذهب ، وإن كان الإمام يصلي فِيهِ بالناس .
“Dan hadis tersebut dapat dijadikan dalil bahwa jika Imam memperpanjang bacaannya, dan dapat menyusahkan orang yang bermakmum pada imam tersebut, karena makmum tersebut capek atau mengantuk, maka makmum tersebut boleh memutus shalatnya bersama imam. Hal itu adalah udzur untuk memutus shalat fardhu dan menggugurkan jamaah pada kondisi tersebut. Diperbolehkan bagi makmum tersebut untuk melakukan shalat sendiri (munfarid) di dalam masjid tersebut kemudian pulang, walaupun Imam masih melakukan shalat jamaah bersama makmum-makmum yang lain.” (lihat: Ibnu Rajab al-Hanbali, Fatḥul Bārī Syarḥ Sahih al-Bukhari, [Kairo: Maktabah Tahqiq Darul Haramain, 1996 M], j. 6, h. 212.)
Dari beberapa penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa rukhsah tersebut hanya diberikan untuk orang-orang yang tidak kuat untuk melanjutkan jamaah, seperti kecapean karena kerja sepanjang hari, ngantuk, orang tua dan lain sebagainya. Tidak serta merta semua orang boleh meninggalkan jamaah tanpa kesulitan-kesulitan yang telah disebutkan. Apalagi jika hanya beralasan dengan lamanya bacaan imam.
Wallahu A’lam.
Artikel ini sebelumnya pernah dimuat di Nu Online.