Semua orang mengenal Imam al-Bukhari sebagai sosok yang mulia. Ia ulama besar yang karyanya disegani dan dijadikan rujukan utama kajian hadis di seluruh dunia. Namun siapa yang tahu, kemahiran dan kemasyhuran al-Bukhari tidak pernah bisa terlepas dari hal yang jarang diketahui banyak orang.
Walaupun berkelana keliling dunia untuk mencari hadis, bukan berarti Imam al-Bukhari orang yang memiliki kecukupan harta dan kaya raya. Kehidupannya dalam menjadi ulama besar juga mengalami masa-masa susah. Dalam bebera waktu ia juga pernah mengalami kelaparan, kemiskinan, dan tak punya apa-apa.
Masa-masa kesusahan al-Bukhari dalam mencari hadis ini dikisahkan oleh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam karyanya yang berjudul Shafahat min Shabril Ulama. Dikutip dari Al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, al-Bukhari pernah ditemukan para sahabatnya berada di rumahnya sendirian tanpa sehelai benang.
Suatu hari Umar bin Hafs al-Asyqar dan para ulama lain tidak mendapati Imam al-Bukhari beberapa hari. Seolah ia hilang ditelan bumi. Tidak ada tanda-tanda ia berkunjung ke para ulama untuk mencari hadis. Padahal, mencari hadis adalah kegiatan keseharian al-Bukhari.
Bagi para sahabatnya, tidak biasanya al-Bukhari demikian. Saat itu, Imam al-Bukhari sedang berkunjung ke kota Bashrah demi mendapatkan hadis dan menulisnya. Teman-teman al-Bukhari menduga bahwa ada sesuatu yang terjadi pada diri al-Bukhari. Mereka khawatir jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Mereka pun bersepakat untuk mendatangi sebuah rumah yang ditempati al-Bukhari selama tinggal di Bashrah. Betapa terkejutnya mereka saat masuk ke rumah itu dan mendapati rumahnya kosong melompong. Tak ada benda apapun kecuali Imam al-Bukhari sendiri, bahkan baju pun tak ia miliki.
Ternyata semua barang miliknya, termasuk baju-bajunya ia jual untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Baju satu-satunya yang ia pakai dan menempel di tubuhnya pun harus direlakan. Saat ditemukan oleh teman-temannya, al-Bukhari dalam keadaan telanjang dan tidak memakai sehelai benang pun.
Melihat keadaan al-Bukhari tersebut, para sahabatnya pun berinisiatif dan bersepakat untuk iuran dirham. Hasil iuran itu kemudian digunakan untuk membeli baju yang bisa digunakan al-Bukhari. Dengan adanya baju tersebut, al-Bukhari pun bisa keluar rumah lagi dan kembali mencari dan menulis hadis.
Dari kisah ini bisa kita simpulkan bahwa kesuksesan seorang ulama besar tidak didapatkan begitu saja. Mereka juga harus mengalami lika-liku kehidupan, seperti kemiskinan, kelaparan dan beberapa situasi buruk yang lain. Hanya saja mereka memiliki kesabaran dalam mengalami berbagai cobaan tersebut. Semoga kita bisa meniru kesabaran para ulama ini dalam menghadapi ujian. (AN)