Hampir tiga jam, saya sowan ke Pesantren Jamsaren Solo. Duduk di serambi masjid. Menyusuri teras-teras asrama santri. Melihat kamar, ruang kelas, tempat wudhu, hingga kamar mandi santri. Sembari berkeliling pondok, terbayang dua ratus tujuh puluh tahun yang lalu (1750 M), di sudut-sudut itu Kiai Jamsari mendidik para santri. Dan di hari-hari tertentu, Sinuwun Pakubuwono IV berkunjung.
Ketika Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro meletus (1825-1830), pesantren Jamsaren diserbu pasukan Belanda. Diobrak-abrik keberadaannya. Hingga terpaksa, Kiai Jamsari II beserta 50 santrinya terusir dari pesantren. Hingga kini tidak diketahui rimbanya. Tak pelak, puluhan tahun (1830-1878), Jamsaren sunyi senyap. Mati suri tersimpan degup dakwahnya. Hingga pada akhirnya, tahun 1878, Kiai Idris, murid kinasih Kiai Sholeh Darat Semarang datang. Menyalakan kembali obor keilmuan Jamsaren.
Beragam ilmu dan kitab didaras. Mulai dari ilmu tajwid, tauhid, tasawuf, nahwu, sharaf, tarikh, fikih, tafsir, hingga hadis. Terbayang santri dari penjuru Nusantara hingga Asia Tenggara antusias mengikuti sorogan, bandongan, dan wetonan. Halaman-halaman Fathul Qarib, Fathul Mu’in, hingga Fathul Wahhab dan ragam kitab lainnya ditelaah huruf perhuruf. Dibaca, dimaknai, dimurodi, dipahami, diperbincangkan, dan dipraktikkan. Masjid berjubel jamaah, wirid, dan qiyamul lail. Amalan Thariqah Syadziliyah ditapaki laku hidup santri.
Dan di tengah rutinas keilmuan Jamsaren itulah, kita mendapati tokoh pergerakan dan tokoh bangsa menempa dirinya. Ada di antaranya Kiai Manshur Popongan Klaten, Kiai Dimyati Termas Pacitan, Syaikh Ahmad al-Hadi Bali, Kiai Arwani Amin Kudus, Kiai Abdul Hadi Zahid Langitan Tuban dan masih banyak lagi. Pasca itu, datang generasi Prof. Munawir Sadzali, Kiai Zarkasyi Gontor, Kiai Hasan Ubaidah pendiri LDII, Prof. Amin Rais, Prof. Kiai Miftah Faridl Bandung, dan tentunya masih banyak tokoh lainnya.
Itulah imaji singkat Pesantren Jamsaren. Pondok tertua di Jalan Veteran 263 Serengan Surakarta. Pesantren yang didirikan tahun 1750 dengan diawali oleh langgar kecil yang dibangun oleh Pakubuwono IV. Roda penggeraknya dipimpin oleh Kiai Jamsari dari Banyumas. Dari nama Kiai Jamsari inilah, nama Pesantren Jamsaren disandangkan. Pondok Pesantren Jamsaren, Inspirasi yang harus kita gali dan mengerti.