Memahami Ijma’ Tafsir adalah salah satu cara agar tidak terjerumus ke dalam kesalahan fatal dalam penafsiran Al-Quran, mengingat banyak kesepakatan penafsiran yang sangat jauh berbeda dengan penafsiran secara bahasa, oleh karenanya, saya berusaha menghimpun kesepakatan-kesepakatan para ulama dalam penafsiran Al-Quran dalam sebuah kitab khusus berjudul “Irsyadud Daarisiin Ilaa Ijmaa’il Mufassirin“, dan berikut ini beberapa kesepakatan tafsir yang berbeda dengan tafsirnya secara bahasa:
Pertama, al-Baqarah: 54.
فَتُوبُوٓا۟ إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَٱقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ
“Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu.”
Makna Kalimat فَٱقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ disepakati oleh para ulama dengan makna “saling membunuhlah kalian” (sebagian membunuh yang lain dan sebaliknya), bukan perintah membunuh dirinya sendiri.
Kedua, al-Baqarah: 191.
وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۚ
“dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan.”
Kata َٱلْفِتْنَةُ disepakati oleh para mufassir maknanya adalah kekafiran, bukan fitnah yang biasa kita pahami di negara kita.
Ketiga, Yusuf: 100.
وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى ٱلْعَرْشِ وَخَرُّوا۟ لَهُۥ سُجَّدًا ۖ
“Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf.”
Para ulama tafsir menyepakati bahwa kata سُجَّدًا apapun keadaanya dalam ayat ini bermakna menghormat bukan bersujud.
Keempat, al-Hijr: 99.
وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ
“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).”
Kata ٱلْيَقِين dalam ayat di atas disepakati oleh para ulama tafsir bermakna kematian, bukan yakin.
Kelima, Shad: 24.
وَظَنَّ دَاوُۥدُ أَنَّمَا فَتَنَّٰهُ فَٱسْتَغْفَرَ رَبَّهُۥ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ ۩
“Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”
kata رَاكِعًا disepakati oleh para mufassir maknanya adalah sujud bukan ruku’.
Keenam, at-Tahrim: 10.
كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَٰلِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا
“Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing)”
Para mufassir telah menyepakati bahwa penghianatan kedua istri Nabi Nuh dan Nabi Luth bukanlah penghianatan dalam bentuk perzinahan. Karena tidak boleh bagi seorang Nabi mempunyai istri pezina, oleh karenanya, Para mufassir menyepakati penghianatan dalam ayat tersebut bermakna kekafiran.
Inilah sebagian contoh daftar kesepakatan (ijma) tafsir yang harus kita ketahui agar tidak mudah menafsirkan hanya berbekal pengetahuan bahasa. Selengkapnya bisa dibaca dalam buku karya kami, “Irsyadud Daarisiin Ilaa Ijmaa’il Mufassirin.”
Wallahu A’lam.
Jombang, 12 Oktober 2018