Bulan suci Ramadan baru saja tiba. Kaum muslimin di seluruh penghujung dunia bersama-sama menjemput rahmat-Nya yang melimpah di bulan mulia ini. Selama satu bulan mendatang umat Islam menjalankan kewajiban puasa Ramadan.
Di bulan Ramadan Rasulullah berpesan untuk memperbanyak kebaikan. Di antara yang dianjurkan untuk dilakukan adalah memperbanyak membaca al-qur’an. Dalam sebuah hadits Shahih dijelaskan setiap kali bulan Ramadan Malaikat Jibril bertadarus al-Qur’an bareng bersama Rasulullah SAW.
Salah satu tradisi bertadarus di banyak daerah adalah dengan cara muter (jawa:mubeng). Yaitu bersama-sama membaca al-Qur’an secara bergiliran, sebagian membaca satu maqra’ yang lain menyimak, setelah selesai dilanjutkan maqra’ berikutnya oleh peserta tadarus yang lain, dan begitu seterusnya.
Tradisi ini baik dan tidak ada masalah menurut mayoritas ulama. Al-Imam Ali bin Muhammad al-Ujhuri dalam kitab Fadlail Syahri Ramadan hal.118 menjelaskan:
فَصْلٌ فِي الْاِدَارَةِ بِالْقُرْآنِ وَهِيَ اَنْ يَجْتَمِعَ جَمَاعَةٌ يَقْرَأُ بَعْضُهُمْ عُشُرًا وَجُزْأً اَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ثُمَّ يَسْكُتَ وَيَقْرَأَ الْآخَرُ مِنْ حَيْثُ انْتَهَى الْأَوَّلُ ثُمَّ يَقْرَأُ الْآخَرُ وَهَكَذَا وَهَذَا جَائِزٌ حَسَنٌ وَقَدْ سُئِلَ مَالِكٌ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقَالَ لَا بَأْسَ بِهِ
“Fasal menjelaskan bergilir membaca al-Qur’an, yaitu dengan cara sekelompok orang berkumpul, sebagian dari mereka membaca satu bagian, yang lain menyimaknya, dan setelah selesai, sebagian yang lain meneruskan bacaan sebelumnya dengan disimak oleh yang lain, begitu seterusnya. Hal semacam ini boleh dan baik dilakukan. Al-Imam Malik pernah ditanya mengenai tradisi ini, dan beliau menjawab “tak ada masalah”.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قوم في بيت من بيوتِ اللهِ يَتْلُونَ كتابَ اللهِ تعالى ويتَدَارَسُونَهُ بينهم إِلا نَزَلَتْ عليهم السكينةُ ، وَغَشيَتهم الرحمةُ وحَفَّتهمُ الملائكةُ ، وذَكَرهُمُ اللهُ فيمن عِندَهُ
“Dan tidklah kaum berkumpul dalam satu rumah dari beberapa rumah Allah, seraya membaca kitab Allah dan saling bertadarus di antara mereka kecuali turun ketenangan atas mereka, rahmat menaungi mereka, para malaikat mengitari mereka dan Allah menyebut mereka di dalam golongan orang yang dekat di sisiNya” (HR.Muslim)
Terkait ihwal hadits tersebut, al-Imam al-Nawawi sebagimana dikutip Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf al-Abdari dalam kitab al-Taj wa al-Iklil berkomentar :
فِيهِ جَوَازُ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ بِالْإِدَارَةِ وَهُوَ مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ الْجُمْهُورِ وَكَرِهَهُ مَالِكٌ وَتَأَوَّلَ ذَلِكَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا ابْنُ رُشْدٍ : إنَّمَا كَرِهَهُ مَالِكٌ لِأَنَّهُ أَمْرٌ مُبْتَدَعٌ وَلِأَنَّهُمْ يَبْتَغُونَ بِهِ الْأَلْحَانَ عَلَى نَحْوِ مَا يُفْعَلُ فِي الْغِنَاءِ فَوَجْهُ الْمَكْرُوهِ فِي ذَلِكَ بَيِّنٌ .
“Dalam hadits tersebut terdapat petunjuk diperbolehkannya membaca al-Qur’an dengan cara bergilir. Dan ini adalah pendapat madzhab Syafi’i dan mayoritas ulama’. Dan Imam Malik menghukumi makruh. Sebagian ashab madzhab Maliki di antaranya Imam Ibnu Rusydi mengarahkan pendapat Imam Malik karena hal tersebut merupakan perkara yang baru dan realita yang terjadi waktu zaman Imam Malik rawan dimanfaatan untuk dirangkai dengan lagu-lagu yang dilarang. Dari sini sisi pandang hukum makruh menjadi jelas”.
Dapat disimpulkan dari keterangan di atas, persoalan idarah ini terdapat perbedaan di kalangan ulama’. Menurut mayoritas ulama diperbolehkan, dan menurut Imam Malik makruh. Kita menghormati kedua pendapat tersebut, tanpa harus mencela pihak lain yang berbeda pandangan.
Demikian semoga di bulan suci ini kita dapat istiqomah membaca al-Qur’an terlebih dengan menghayati makna-maknanya.