YOGYAKARTA, ISLAMI.CO – International Conference on Religious Moderation (ICROM) 2023 yang melibatkan delegasi, peneliti, akademisi, praktisi, dari negara-negara anggota ASEAN, Eropa, Afrika, dan Uni Emirat Arab sukses digelar di Yogyakarta pada 24-26 Agustus. ICROM 2023 menghasilkan sejumlah rekomendasi yang berguna untuk membangun harmoni keagamaan dan moderasi beragama di masyarakat di ASEAN.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Adib menjelaskan, rekomendasi ini bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam menjaga harmoni dan kerukunan antaragama di wilayah ASEAN yang beragam.
“Konferensi ICROM digelar untuk membangun kehidupan beragama yang moderat, terutama di wilayah ASEAN,” katanya, Sabtu [27/8].
Konferensi ini sendiri berlangsung selama tiga hari, dihadiri oleh peneliti, sarjana, praktisi, dan pemangku kepentingan lainnya dari negara-negara anggota ASEAN. Dalam konferensi ini, sebanyak 70 peneliti dari dalam dan luar negeri telah mengirimkan karya ilmiah mengenai fenomena kehidupan keberagamaan di masyarakat ASEAN, Afrika, dan Timur Tengah.
Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik, Dedi Slamet Riyadi menambahkan, kerja sama antar negara ASEAN dalam bidang moderasi merupakan kerja sama yang sangat strategis.
ASEAN merupakan kawasan yang memiliki keberagaman agama yang tinggi. Dengan meningkatkan kerja sama antar negara ASEAN, maka dapat saling berbagi pengalaman dan informasi dalam upaya penguatan moderasi beragama.
Rekomendasi ICROM 2023, Upaya Wujudkan Kehidupan Harmoni antar Umat Beragama
Lebih lanjut, rekomendasi ICROM 2023 merupakan langkah penting dalam upaya mewujudkan paham keagamaan yang harmoni di ASEAN. Hal ini mengingat bahwa ASEAN merupakan kawasan yang memiliki keberagaman agama yang tinggi.
“Dengan menerapkan moderasi beragama, masyarakat ASEAN dapat saling memahami dan menghargai perbedaan, sehingga dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis,” kata Dedi Slamet Riyadi, Sabtu [27/8].
Adapun rekomendasi ICROM 2023 kali ini mendorong kerja sama antar lembaga agama dan masyarakat. Lembaga agama dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mewujudkan moderasi beragama. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan dialog dan pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah dan lembaga negara juga diharapkan mendukung secara sosial dan finansial setiap usaha dan itikad baik dalam mengkaji dan mengadvokasi perspektif moderasi beragama pada pengelola kehidupan beragama dan berkepercayaan. Baik secara akademik maupun populer, di Indonesia dan tingkat regional dimulai dari kawasan Asia Tenggara
“Mengembangkan pendidikan keagamaan yang inklusif dan toleran. Pendidikan keagamaan perlu dikemas secara inklusif dan toleran agar dapat menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada generasi muda. Hal ini dapat dilakukan melalui kurikulum pendidikan agama yang inklusif terhadap keragaman paham keagamaan,” tambah rekomendasi itu
Terkait maraknya, hoaks di media digital, terus meningkatkan literasi media dan digital bagi masyarakat agar dapat menyaring hoaks dan misinformasi, khususnya terkait keragaman paham keagamaan dan kepercayaan.
”Ini untuk mencegah potensi konflik akibat konten digital bernuansa kebencian dan intoleransi yang dapat memecah belah masyarakat,” tambah bunyi rekomendasi itu
UEA hingga Nigeria Belajar Moderasi Beragama dari Indonesia
Sementara itu, Dr. Sultan al-Muraithi, Chancellor Advisor Universitas MBZ for Humanities selaku narasumber dalam 2nd ICROM 2023 menegaskan bahwa Uni Emirat Arab ditugaskan pleh Pemerintah UAE untuk belajar dari Indonesia tentang moderasi beragama, toleransi, hidup bersama antar kelompok dan keyakinan, serta demokrasi.
Indonesia, jelasnya, jadi contoh negara dengan beragam agama dan budaya namun masih bisa mewujudkan toleransi dan hidup bersama dengan damai.
“Karena adanya demokrasi, masyarakat Indonesia bisa mengenal lebih dalam antar masyarakatnya sehingga saling berkolaborasi,” jelasnya, Kamis, [24/8].
Hal serupa juga dijelas Sultan Al-Muraithi, seyogianya masyarakat Arab secara umum perlu belajar dari Indonesia bagaimana menyelaraskan agama dan adat untuk menciptakan ruang yang aman bagi keragaman.
Lewat paham Islam yang moderat, tradisi dan agama bisa selaras dan beriringan di negara ini. “Indonesia bisa saling bekerjasama dan berkembang menjadi contoh untuk pengembangan sumber daya manusia di UAE,” tambahnya.
Pada sisi lain, Imam Shefiu Abdulkareem Majemu dari Strength in Diversity Development Centre, dari Nigeria mengatakan Nigeria mengapresiasi gagasan moderasi beragama yang diusung oleh Kementerian Agama [Kemenag] RI. Pasalnya, gagasan moderasi beragama yang diusung oleh Indonesia sangat penting dan relevan untuk kondisi global saat ini.
Lebih lanjut, Imam Shefiu Abdulkareem Majemu mengatakan bahwa Nigeria juga sedang berupaya untuk menerapkan moderasi beragama di negaranya. Menurutnya, moderasi beragama adalah kunci untuk menciptakan perdamaian dan kerukunan antar umat beragama di Nigeria.
Secara geografik, Nigeria adalah negara yang multi etnis dan multiagama. Kami memiliki lebih dari 200 kelompok etnis dan lebih dari 500 kelompok agama yang berbeda. Ini adalah tantangan, tetapi juga merupakan peluang.
“Kami berharap Indonesia dapat membantu kami untuk membangun masyarakat yang toleran dan inklusif lewat moderasi beragama. Kami tengah merumuskan gagasan Islam Moderat, dan akan mengadakan konferensi awal tahun 2024 ini,” katanya pada Kamis, [24/8].
International Conference on Religious Moderation (ICROM) 2023 ini sendiri digelar eBI bersama dengan Bimas Islam Kementerian Agama, yang bekerjasama dengan Bincang Syariah, Islami.co dan didukung oleh mitra strategis seperti LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, CRCS UGM, Mojok.co, hingga The International Partnership on Religious and Sustainable Development (PaRD) untuk menjadi wadah para akademisi hingga praktisi di bidang moderasi beragama, khususnya dalam konteks pengelolaan keragaman paham keagamaan di ruang publik. [NH]
Baca Juga: Saat Nigeria Apresiasi Gagasan Moderasi Beragama dan Ingin Belajar di Indonesia