Sabtu pagi, lingkungan Wadi El-Joz yang terlatak di Yerusalem Timur tampak tenang. Seperti biasa sebelum berangkat, Iyad Hallaq menyeruput teh buatan ibunya. Tempat tinggalnya berada tak jauh dari sekolah. Hanya sekitar 10 menit bila berjalan kaki dari kota Tua.
Seperti hari biasanya, Iyad Hallaq, pemuda Palestina yang mengidap autis ini melaksanakan kegiatan kesehariannya. Ia bersekolah di sekolah khusus penyandang autisme. Setiap hari ibunya yang bernama Rana selalu mengontrol lewat pesan WhatApp. Namun pagi itu tidak ada perasaan yang berbeda dari ibu terhadap anaknya. Iyad nampak melangkah menuju sekolahnya hingga tiba hari pulang.
Suatu hari, ia melangkah dari batu Gerbang Singa dan polisi menaruh curiga terhadap Iyad yang saat itu menaruh ponselnya di saku. Perkiraan polisi, yang dibawa oleh Iyad adalah senjata dan memerintahkan untuk berhenti. Mendengar gertakan polisi Iyad menjadi panik.
Sontak, Iyad pun belari dan polisi mengejarnya, hingga akhirnya polisi melumpuhkannya dengan senjata.
“Aku terus mengawasi di mana dia berada, kami selalu terkontak di WhatsApp,” cerita ibu Iyad sembari mengenakan kerudung hitam. Tangan ibu itu pub gemetar saat dia berbicara mengenang puteranya dalam suasana berkabung. Pada Sabtu pagi, dia berjalan dengan gurunya menuju sekolah Elwyn Al-Quds, dekat dengan kompleks Masjid Al-Aqsa, ia telah belajar di sekolah itu selama enam tahun terakhir.
Ketika dia melangkah melalui lengkungan batu Gerbang Singa bersejarah Kota Tua, polisi menaruh curiga ketika dia meraih ponselnya di sakunya. Polisi itu mengatakan mereka yakin ia membawa senjata, mengingat serangan terhadap pasukan Israel relatif umum, dan memerintahkannya untuk berhenti. Iyad Hallaq pun terus berjalan cepat dan dikejar bahkan ada yang mengatakan, ketika pengejaran terjadi, dirinya ditembaki. Hallak pun panik dan terus berlari.
Khaeri, ayah Iyad Hallak seperti dilansir AFP, mendengar dari gurunya bahwa sebenarnya berkata kepada polisi bahwa dia berkebutuhan khusus dan meminta mereka untuk memeriksa identitasnya.
“Tetapi mereka menjaga jarak dan menembaki Iyad,” tutur Khaeri.
Iyyad Hallaq menghembuskan nafas terakhirnya setelah ditembak dua peluru polisi Israel. Orang tua Hallaq menuntut penjelasan dan keadilan terkait kematian putranya.
Dr Hatem Awiwi mengatakan, Hallaq adalah menyandang autisme dengan tingkatan rendah. Ia pemuda yang kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Ia hanya dapat berkomunikasi dengan ayah dan ibunya.
Kematiannya mengundang banyak simpati ribuan orang. Ribuan pelayat berkumpul untuk pemakaman Hallaq sementara media sosial ramai dengan tagar #PalestinianLivesMatter sebagai bentuk kemarahan.(dari berbagai sumber)