Entah apa yang ada di benak Kiai Tawakal. Pagi itu ia semangat sekali ingin berburu di hutan. Salah satu kiai muda ini memang punya hobi yang nyeleneh, beda dari kebanyakan kiai-kiai lain. Ia senang berburu, tepatnya ketika libur mengajar para santri.
Siang itu sehabis shalat Jum’at, Kiai Tawakal mempersiapkan alat-alat berburu. beberapa santri didikannya membantu melengkapi semua keperluan.
“Ambilkan tembak dan peluru di bawah tempat tidur kang Mul,” perintahnya kepada salah satu teman karib (sesama kiai muda).
“Siap kang,” jawab Kiai Mulyadi.
Semua peralatan sudah siap, Kiai Tawakal menghidupkan mesin motor Yamaha Jupiter Z warna silver keluaran tahun 2007 yang ia punya, segera menginjak persneling, lalu tancap gas.
Salah seorang santri berbisik pada temannya, “tumben ya, pak kiai berangkat ke hutan sendirian, biasanya pasti sama teman-temannya”.
“Mungkin pak kiai ingin olah kemampuan menembak tanpa diketahui siapapun kang,” ucap lawan bicaranya.
Suara khas motor Kiai Tawakal berhenti sesampai di pintu masuk hutan. Sepeda motor ia kunci ganda lalu mulai berburu. Entah kenapa hari itu pak kiai ingin sekali berburu sendirian.
Sudah satu jam berjalan menyusuri lebatnya hutan, tak satupun binatang yang ia lihat, padahal biasanya keadaannya tidak seperti itu. Kijang, ayam hutan, ataupun burung-burung endemik khas hutan tersebut mudah sekali ditemukan. Siang itu kiai tawakal merasa ada yang ganjal.
Setelah kurang lebih dua jam melewati semak-semak dan pepohonan besar, Kiai Tawakal melihat seekor kijang jantan sedang makan rumput, segera ia memompa senapan angin sambil mencari titik lokasi yang bagus untuk menembak, ia merapal doa.
Bismillahirrahmanirrahim, ia tekan picu, keluar suara halus dari senapan anginnya, karena adanya peredam, suara letusan peluru tidak begitu keras. Kiai Tawakal kaget, peluru yang ia tembakkan meleset, sesaat kemudian terdengar raungan harimau jantan yang meresahkan gendang telinga.
Muncul dari rimbunnya pohon dan semak-semak seekor harimau besar. Ia berjalan menuju arah peluru ditembakkan. Sontak Kiai Tawakal balik badan dan berlari kencang. Belum hilang kaget dan takutnya, dari kejauhan ia melihat harimau berlari kencang ke arahnya.
Diantara perasaan takut serta kondisi yang kalut ia terus berlari tanpa memperdulikan apa yang terjadi di belakangnya. Setelah berlari kurang lebih dua kilometer, ia berhenti lantaran di depannya ada jurang besar dan curam.
Kiai Tawakal sadar betul, apa yang akan terjadi, Harimau besar masih berlari menuju ke arahnya, ia mendengar suara dedaunan kering diinjak-injak dengan sangat cepat.
Ditengah situasi dan kondisi sulit, ia pasrah. Kiai Tawakal melihat harimau sudah beberapa meter di depannya. Kiai Tawakal mengangkat tangan, ia memejamkan mata seraya berdoa : “Ya Allah, saya Kiai Tawakal, jika memang hamba harus mati dimakan harimau, matikanlah hamba dalam keadaan husnul khatimah“.
Setelah Kiai Tawakal membuka mata, harimau tidak berani menerkam. Kiai Tawakal kaget lantas bertanya: “Wahai harimau kenapa engkau tidak memakan saya”.
“Mohon maaf pak kiai, saya juga sedang berdoa” jawab Harimau.
“Doa apa?,” balas Kiai Tawakal
“Allahumma bariklana fi ma razaktana waqina adzabannar“, ujar Harimau.