Hampir di seluruh penjuru kerajaan, nama Abu Nawas selalu menjadi buah bibir. Berkat kecerdikan dan kejeniusannya, dia mengubah suatu permasalahan rumit menjadi remeh dan mudah, pasti menang ketika berdebat dengan siapapun termasuk raja Harun Ar-Rasyid.
Saking inginnya mengalahkan, seorang bernama Abdullah membuat daftar pertanyaan yang sekiranya paling sulit bahkan tidak mampu dijawab oleh Abu Nawas.
Tepat pada saat petang hari, hujan rintik-rintik mengguyur kota Baghdad. Abdullah tidak sengaja melihat Abu Nawas dari kejauhan berlari menghindari hujan. Melihat kejadian itu ia berpikir inilah saat yang tepat untuk mengalahkan Abu Nawas dengan ide briliannya. Ia akan mencecar dengan pertanyaan yang dirasa sangat sulit dijawab.
Makin lama Abu Nawas semakin mendekat. Setelah hanya beberapa meter, Ia mencegatnya tepat di pertigaan jalan. Abu Nawas berteduh di teras rumah warga agar tidak kehujanan. Sebaliknya, Abdullah justru berdiri di tengah pertigaan sambil hujan-hujanan.
“Hai Abu Nawas, banyak orang bilang bahwa kamu seorang alim yang selalu berdoa meminta anugerah dan rahmat kepada Allah SWT. Mengapa kamu lari dari anugerah dan rahmat Allah berupa hujan ini?” tanyanya.
“Sudah tahu kalau hujan adalah anugerah dan rahmat dari Allah SWT, mengapa kamu injak-injak?” jawab Abu Nawas.
Alih-alih mencecar dengan pertanyaan berikutnya. Mendengar jawaban tersebut Abdullah ikut berteduh di salah satu rumah warga.
Kisah ini disampaikan pada saat ngaji kitab Ihya’ Ulumuddin di pondok pesantren Langitan, Widang-Tuban-Jawa timur tahun 2015, kiai Qohwanul Adib Munawwir menerangkan kecerdikan Abu Nawas dalam ilmu logika (ilmu Mantiq).