Salah satu kendala pesangan yang ingin menikah adalah tidak adanya biaya pernikahan, khususnya bagi orang yang lemah secara finansial dan berasal dari keluarga tidak mampu. Akibatnya sebagian mereka mengurungkan niat nikah dan menunda pernikahan sampai mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan nikah.
Bagi pemuda yang mendapatkan pekerjaan layak dan berpenghasilan lumayan tentu sangat mudah mengumpulkan uang nikah. Akan tetapi bagaimana nasib orang yang bekerja dengan penghasilan sedikit. Mungkin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masih cukup, tapi kalau disuruh menanggung biaya nikah tidak sanggup.
Tolong-menolong dalam Islam sangatlah dianjurkan. Sudah selayaknya orang yang susah dibantu, apalagi sesama muslim. Sebab itu, dalam Islam diwajibkan bagi orang yang mampu mengeluarkan zakat. Tujuannya adalah untuk mensucikan harta sekaligus membantu orang-orang yang tidak mampu.
Pengeluaran zakat diatur secara rinci dalam hukum Islam, mulai dari standar minimal, jumlah yang wajib dikeluarkan, dan kepada siapa zakat diberikan. Terkait distribusi zakat dalam al-Qur’an dijelaskan:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّـهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّـهِ وَاللَّـهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS: Al-Taubah ayat 60)
Berdasarkan ayat di atas, para ulama menyimpulkan ada delapan golongan yang berhak menerima zakat: fakir, miskin, amil zakat, muallaf, orang yang berhutang dan tidak mampu membayarnya, budak yang ingin merdeka, fi sabilillah, ibnu sabil.
Dalam Fiqih al-Manhaji ala Madzhab Imam al-Syafi’i karya Musthafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dijelaskan bahwa di antara orang yang berhak menerima zakat adalah orang miskin. Miskin berati orang yang tidak memiliki harta mencukupi kebutuhan hariannya. Misalnya, kalau ada orang yang kebutuhan hidupnya lima puluh ribu per hari, sementara dia hanya mampu mendapatkan tiga puluh per hari, maka dia termasuk orang miskin. Kebutuhan hidup yang dimaksud di sini termasuk kebutuhan tempat tinggal, pakaian, dan makanan.
Merujuk pada Fiqih al-Manhaji, kebutuhan hidup tidak hanya dipahami sebatas kebutuhan harian, tetapi juga kebutuhan menikah bagi orang yang sudah layak nikah dan ingin menikah. Bagi pasangan yang tidak memiliki uang cukup uintuk menikah, seperti biaya mahar dan walimah, maka dibolehkan memberikan zakat kepadanya, karena dia bisa dikategorikan sebagai orang miskin, yaitu orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena pada hakikatnya nikah itu adalah bagian dari kebutuhan hidup.