Hukum Memakai Surban Ketika Shalat

Hukum Memakai Surban Ketika Shalat

Hukum Memakai Surban Ketika Shalat

Islam tidak menentukan model pakaian tertentu untuk umat Islam, termasuk penentuan pakaian ibadah. Selain ibadah haji, umat Islam diberikan kebebasan memilih pakaian yang layak digunakan untuk ibadah. Pada saat shalat kita dibolehkan menggunakan model pakaian apapun selama menutup aurat dan sesuai dengan etika pakaian Islam.

Sebab itu, tidak ada sebenarnya keutamaan menggunakan model pakaian tertentu dalam ibadah. Meskipun Islam datang dari wilayah Arab dan Nabi Muhammad pun keturunan Arab, bukan berarti menggunakan pakaian Arab ketika shalat, seperti jubah dan sorban, lebih utama dari pakaian khas Indonesia.

KH Ali Mustafa Yaqub dalam At-Thuruqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyyah mengatakan, kebanyakan hadis tentang keutamaan sorban kualitasnya maudhu’ (palsu) dan dhaif jiddan (sangat lemah). Tidak ada satu hadis shahih pun yang menerangkan keutamaan bersorban saat shalat.

Pendapat KH Ali tersebut diperkuat oleh beberapa pendapat dari ulama klasik. As-Sakhawi dalam Maqashidul Hasanah mengatakan.

صلاة بخاتم تعدل سبعين بغير خاتم، هو موضوع كما قال شيخنا، وكذا رواه الديلمي من حديث ابن عمر مرفوعا بلفظ: صلاة بعمامة تعدل بخمس وعشرين، وجمعة بعمامة تعدل سبعين جمعة، ومن حديث أنس مرفوعا: الصلاة في العمامة تعدل عشرة آلاف حسنة

“Kualitas hadits shalat dengan cincin setara dengan tujuh puluh shalat tanpa cincin ialah maudhu’, sebagaimana dikatakan syaikh kita (Ibnu Hajar). Begitu pula riwayat Ad-Dailami dari Ibnu ‘Umar, ‘Shalat dengan memakai sorban sebanding dengan dua puluh lima shalat (tanpa sorban)’, ‘Shalat Jumat dengan sorban setara dengan tujuh puluh Jumat  (tanpa sorban). Demikian pula riwayat Anas, ‘Shalat menggunakan sorban sebanding dengan sepuluh ribu kebaikan.’”

Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih mengutip pendapat Al-Munufi yang mengatakan seluruh riwayat di atas lemah (batil). Selain riwayat yang disebutkan oleh As-Sakhawi di atas, Al-Minawi dalam Faidhul Qadir juga mengutip riwayat lain tentang keutamaan sorban. Riwayat yang dimaksud ialah.

ركعتان بعمامة خير من سبعين ركعة بلا عمامة

“Shalat dua rakaat memakai sorban lebih baik dari tujuh puluh rakaat tanpa sorban.”

Kualitas hadis di atas tidak jauh berbeda dengan hadis lain yang berkaitan dengan keutamaan sorban. Hadis di atas lemah karena di dalam sanadnya terdapat rawi bernama Thariq bin Abdurrahman. Hampir sebagian kritikus hadis memberi komentar buruk terhadapnya. Ad-Dzahabi dan Al-Bukhari mengategorikan dia sebagai perawi dhaif. Al-Nasa’i mengatakan, riwayatnya tidak kuat (laysa bi qawi). Sementara As-Sakhawi menilai hadits di atas tidak berasal dari Nabi.

Dikarenakan kualitas hadits keutamaan soban sangatlah lemah, bahkan sampai pada kualitas maudhu’ (palsu), maka tidak ada perbedaan antara pakaian Arab, khususnya penutup kepala yang digunakan orang Arab dan masyarakat lainnya. Kalau di Indonesia biasa menggunakan peci atau kopiah pada saat shalat, itu juga baik dan tidak ada bedanya dengan sorban.

Silakan menggunakan sorban, tetapi jangan sampai mengatakan sorban lebih utama dipakai saat shalat ketimbang kopiah ataupun peci, karena tidak ada riwayat shahih terkait hal ini. Oleh sebab itu, terkait pakaian apa yang seharusnya digunakan saat shalat, Al-Quran menjelaskan.

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid,” (Surat Al-A‘raf ayat 31).

Ayat ini menganjurkan agar umat Islam memakai pakaian yang bagus pada saat mengerjakan shalat. Modal dan bentuk pakaian bagus ini tidak dibatasi oleh Islam dan pengejawentahannya diserahkan sepenuhnya pada tradisi dan budaya masyarakat.

Pakaian model apapun termasuk baik dan bagus selama tidak bertentangan dengan kode etik pakaian Islam: aurat tertutup, tidak transparan, tidak terbuka, dan tidak menyerupai lawan jenis. Wallahu a‘lam.

(Hengki Ferdiansyah/NU Online)