Jamak diketahui di sekitar kita bahwa hubungan asmara dengan lawan jenis merupakan hal yang dianggap biasa bahkan dianggap sebuah keharusan sebelum menjalani hubungan yang lebih serius. Padahal dalam syariat hal demikian tidaklah diperbolehkan. Interaksi dengan lawan jenis tentulah dilarang oleh syariat, meski pada sedikit kasus terdapat beberapa pengecualian.
Terlepas dari itu, dalam hubungan asmara tidak jarang dua sejoli mengucapkan ikrar cinta mereka, seperti halnya janji sehidup semati ataupun janji setia untuk menikah. Namun, terkadang dalam hubungan tersebut seorang perempuan malah menerima pinangan lelaki lain dan melupakan janji yang pernah ia lupakan. Hal itu dalam kehidupan sehari-hari sering disebut melakukan “over taking kekasih orang”.
Lantas, menurut syariat Islam apakah hal demikian itu diperbolehkan?
Dalam Islam terdapat sebuah larangan yag secara langsung diutarakan oleh Nabi Saw tentang melamar perempuan telah dilamar. Berikut Hadisnya:
لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ
“Tidak boleh seorang lelaki melamar orang yang dilamar saudaranya sampai ia berpaling atau ia memberi izin.” (HR Bukhari)
Seperti dalam Asna al-Mathalib (jilid 3 halaman 116) para ulama merumuskan alasan dari larangan Hadis di atas ialah karena mengandung unsur menyakiti hati saudaranya. Sedangkan kata “saudara” dalam Hadis hanya sekedar ungkapan umum saja dalam arti tidak harus saudaranya namun juga berlaku pada semua orang.
Yang perlu dicermati adalah bahwa larangan tersebut akan berlaku jika memang si perempuan telah dilamar. Namun dalam kasus kita hal tersebut belum terjadi, alias masih sebatas pacaran. Bahkan, jika mau jujur pacaran sendiri merupakan hal yang dilarang sebab di dalamnya akan terjadi interaksi antar lawan jenis.
Maka melamar kekasih orang dalam kacamata fikih bukanlah hal yang dilarang. Namun sekali lagi penulis katakan dalam kacamata fikih. Sebab nanti dalam hal etika, norma, dan kesopanan itu adalah urusan yang lain.
Yang kedua, apakah janji setia untuk menikah yang diikrarkan dua sejoli sudah dikatakan sebuah lamaran yang diterima?
Hal ini diperinci. Jika status perempuan adalah perawan maka kasus demikian belum dikatakan bertunangan, sebab seorang perawan tidak memiliki hak untuk menerima pinangan. Kecuali hal tersebut telah direstui oleh orang tua si perempuan.
Jika status perempuan adalah janda, maka sudah bisa dikatakan bertungan yang dengan demikian haram hukumnya bagi lelaki lain untuk meminang si perempuan. Sebab seorang janda memiliki hak untuk menerima sebuah lamaran tanpa harus menunggu izin dari orang tuanya.
Wallau a’lam.