Dianjurkan bagi orang yang shalat agar menaruh pembatas di depannya. Tujuan dari pembatas itu agar orang lain tidak melawati pembatas tersebut pada saat mengerjakan shalat. Pembatas tersebut bisa berupa kayu, garis, ataupun sajadah.
Jadi sajadah yang kita gunakan sebagai tempat shalat sudah dianggap sebagai pembatas. Sebagian ulama mengharamkan lewat atau berjalan di depan orang yang shalat, apalagi kalau dia sudah menaruh pembatas, baik kayu ataupun sajadah. Pendapat lain, seperti Imam al-Ghazali, tidak sampai mengharamkan, tapi hanya memakruhkan.
Artinya, seluruh ulama sebetulnya sepakat agar kita tidak lewat atau berjalan di depan orang yang shalat. Akan tetapi, ada beberapa situasi yang dibolehkan lewat depan orang shalat. Beberapa situasi itu sebagai berikut:
Pertama, boleh melewati orang shalat bila orang tersebut shalat di area ka’bah yang biasanya dilewati orang yang tawaf. Pada saat itu, orang yang tawaf dibolehkan lewat di depan orang yang shalat.
Kedua, dibolehkan lewat depan orang yang shalat, bila orang tersebut shalat di jalan yang biasa dilalui oleh banyak orang.
Ketiga, dibolehkan juga shalat depan orang shalat bila ingin buang hajat dan tidak ada jalan lain kecuali melewati orang yang sedang shalat.
Meskipun ketiga kondisi itu dibolehkan, tentu sebaiknya kita usahakan dulu mencari jalan lain agar tidak melewati orang yang sedang shalat.