Salah satu kemampuan makhluk Allah, khususnya manusia adalah mampu bisa berbicara dengan dirinya sendiri. Pembicaraan atas diri orang lain meski dalam hati disebut ghibah. Semua orang tidak bisa terlepas dari hal ini, baik saat sendiri maupun saat berkumpul dengan banyak orang.
Tiba-tiba saat kita bertemu dengan orang, entah kenapa hati kita tiba-tiba berbicara tentang orang yang kita temui, termasuk keburukannya (ghibah).
Lalu bagaimana hukumnya hal tersebut, apakah diperbolehkan? Mengingat Islam juga telah melarang kita ghibah.
Menjawab hal ini, Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa ghibah di dalam hati hukumnya diampuni (ma’fu) asalkan tidak dilanjutkan dan hanya sekilas.
فأما الخواطر، وحديث النفس، إذا لم يستقر ويستمر عليه صاحبه فمعفو عنه باتفاق العلماء ، لانه لا اختيار له في وقوعه ، ولا طريق له إلى الانفكاك عنه.
“Adapun sesuatu yang terbesit dalam pikiran kita atau pembicaraan kita dengan diri sendiri jika tidak tetap dan tidak dilanjutkan oleh orang tersebut maka hukumnya diampuni (tidak masalah) berdasarkan kesepakatan para ulama. Karena sesungguhnya hal tersebut tidak bisa dihindari dan juga tidak ada cara untuk mencegah hal itu.”
Misalnya saat berjalan kita bertemu orang yang gemuk badannya, tiba-tiba terlintas di pikiran kita atau hati kita, “eh orang itu kok gendut banget, ya?!” Nah hal yang seperti ini diampuni atau dimaafkan. Namun jika hal itu dilanjutkan, seperti mulai berpikir-pikir tentang makannya apa, dan sebab apa yang menjadikan orang itu gendut. Maka hal yang semacam ini bisa termasuk dalam dosa.
Alasan mengenai dimaafkannya pikiran yang terlintas begitu saja tersebut, karena hal itu tidak bisa dihindari. Sedangkan melanjutkan pikiran yang terbesit itu dilarang karena hal itu bisa dihindari.
Namun yang perlu diperhatikan adalah pikiran-pikiran sekilas terhadap orang lain tersebut berpotensi untuk membuat kita terjatuh dalam dosa ghibah dan maksiat.
وسبب العفو ما ذكرناه من تعذر اجتنابه ، وإنما الممكن اجتناب الاستمرار عليه فلهذا كان الاستمرار وعقد القلب حراما ومهما عرض لك هذا الخاطر بالغيبة وغيرها من المعاصي ، وجب عليك دفعه بالاعراض عنه وذكر التأويلات الصارفة له عن ظاهره.
“Sebab dimaafkannya hal tersebut karena sulit menghindarinya. Sedangkan yang mungkin dan bisa dihindari adalah melanjutkan pikiran-pikiran yang sekilas tersebut. Oleh karena itu, melanjutkan pikiran-pikiran atas orang lain tersebut dan memantapkan hati atas pikiran tersebut bisa mendorong kamu pada perbuatan ghibah dan perbuatan maksiat semacamnya. Maka wajib bagimu untuk mencegahnya dengan mengalihkan pikiran tersebut kepada hal lain dan memikirkan hal (potensi) lain yang berbeda dengan lahirnya.”
Wallahu A’lam.