Arab Saudi dan Iran sudah tersingkir, namun ada yang masih bisa dijadikan catatan dari keikutsertaan dua dari lima wakil Asia itu, yaitu kehadiran sejumlah suporter perempuan. Mayoritas kaum hawa pendukung kesebelasan kedua negara yang sama-sama menerapkan hukum syariah itu, tidak berjilbab. Setidaknya begitulah yang terlihat di layar televisi dan foto-foto di media.
Saya menduga ini sebagai ekspresi penolakan mereka atas pemberlakuan hukum syariah di negara masing-masing, di mana perempuan diwajibkan mengenakan jilbab saat berada atau tampil di tempat umum.
Dalam setahun ini, aksi unjuk rasa perempuan menolak keharusan memakai jilbab telah beberapa kali terjadi di Iran. Dan sekarang ini, merupakan pemandangan umum di Iran, terutama di kota-kota besar, perempuan yang memasang kerudung di kepala dengan asal-asalan, separuh rambutnya dibiarkan terlihat. Mereka akan menanggalkan sepenuhnya penutup kepala itu jika saja tidak ada risiko dikenai sanksi hukum.
Di Arab Saudi, putra mahkota bin Salman memulai program reformasi keagamaan dan kebudayaan. Perempuan boleh mengemudikan mobil dan menonton pertandingan sepak bola di stadion. Gedung bioskop dan konser musik diizinkan. Mungkin kelak juga akan berujung pada kebebasan bagi perempuan Saudi untuk menentukan busana apa yang akan dipakainya.
Fakta di kedua negara menunjukkan bahwa pada akhirnya masyarakat tidak betah hidup di bawah kungkungan hukum syariah. Mereka menginginkan kebebasan. Tapi anehnya, sebagian perempuan di negara-negara yang tidak mewajibkan jilbab seperti Turki dan Indonesia, justru mengenakannya dan bahkan berjuang melalui berbagai jalur agar negara menerapkan hukum yang mewajibkan pemakaian jilbab.
Mungkin memang begitulah sifat masyarakat. Pikiran tentang bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan, juga kebebasan, itu bagaikan sebutir bola di hadapan para pemain sepak bola yang sedang bertanding: dikejar-kejar ke sana ke mari untuk kemudian ditendang setelah mendapatkannya. Begitu terus, lagi dan lagi.
Lalu apa hasilnya? Sebuah capaian yang dirayakan sedemikian rupa: goal. Dan sebagaimana galibnya goal, itu hanyalah sesuatu yang dihasilkan oleh sebuah permainan.
Dengan demikian, apa pun capaian manusia, baik itu yang dicapai oleh sebelas lelaki bercelana pendek maupun oleh jutaan lelaki bercelana cingkrang (dan juga perempuan bercadar), merupakan hasil dari sebuah permainan.
Homo ludens: manusia makhluk bermain. Hanya saja lantaran kelewat serius, manusia lupa bahwa mereka sedang bermain.()