Sehabis sholat di masjid kampug Kyai Shaleh selalu melihat sandal jamaah selalu ditatarapi. Dihadapkan ke depan dan turun dari masjid sudah langsung siap pakai. Selalu saja begitu setelah isya dan maghrib. Padahl masjid ini tidak punya petugas khusus untuk itu.
Ada saja cara orang ingin berbuat baik. Bahkan dalam hal-hal yang kelihatannya sepele. Meletakkan sandal secara rapi, berjejer sepasang-sepasang untuk jamaah shalat. Membuat jamaah hanya bisa membatin ketika memakainya.
Ada lagi, seseorang buruh pabrik pembuat rambut palsu. Ia tidak bisa jamaah di masjid. Ketika sampai rumah kondisi sangat capek. Tetapi Kyai Shaleh selalu melihat, ketika jam 8 malam buruh tersebut selalu ke masjid. Duduk dan duduk. Kyai Sholeh agak usil. Setelah dari masjid lalu jalan pulang, tetapi dia tidak niat pulang. Hanya ingin tahu tentang orang yang kalau jam 8 selalu duduk di masjid. Kyai Sholeh putar balik dan melihat dari balik dinding kaca.
Di tengah sepinya masjid, didapatinya buruh ramput palsu tersebut memegangi sikat pembersih kamar mandi dan tempat sholat. Ternyata dia ngepel kalau tidak ada orang dan membersihkan masjid. Padahal jarang sekali buruh ini jamaah sholat di kampung itu. Bahkan selama kyai Sholeh ajeq sholat di masjid di kampung tak pernah melihat buruh itu jamaah maghrib dan isya. Kecuali hari raya.
Banyak cara orang ingin mengambil bagian yang ia sanggup untuk berbuat baik. Kelihatannya sepele memang. Dan yang kelihatan sepele dalam kebaikan, kalau niatnya ikhlas akan memperberat timbangannya. Sebaliknya amal menggunung tetapi tidak ikhlas akan mempersusut dan mengeringkan timbangannya. []