Bahwa apabila seseorang ingin bersetubuh dengan istrinya, sedangkan ia dalam keadaan haus sekali, lapar, dan emosi (marah-marah) maka sebaiknya keinginannya itu ditunda saja. Sebab hal ini dapat melumpuhkan kekuatan (gairah seksual), sebagaimana apa yang telah dikatakan oleh Imam al-Razi.
Demikian pula ketika ia sedang mengalami puncak kebahagiaan yang berlebihan, karena hal itu bisa menjadikan kesadaran akalnya tidak dapat dikendalikan. Juga sebaiknya niat ingin bersetubuh itu ditunda, ketika ia sedangn lelah karena kurang tidur dan ketika sedang sedih yang mendalam (prihatin yang mendalam) karena bersetubuh dalam keadaan demikian ini, dapat melumpuhkan kekuatan (gairah seksual) seorang suami.
Selain itu semua, sewaktu suami sebelum melakukan persenggamaan dengan istrinya itu menderita muntah-muntah, murus, badan sedang lelah, keluar darah berlebihan, keluar keringat yang berlebihan, keluar air kencing yang berlebihan, atau semua hal yang menyebabkan sang suami kekurangan cairan dalam tubuhnya (dehidrasi), maka sebaiknya keinginan untuk melakukan hubungan seksual dengan istrinya itu ditangguhkan karena semua itu dapat bisa membahayakan (bagi kesehatan) sebagaimana hal ini bisa dijelaskan oleh Imam al-Razi.
Imam Al-Razi mengatakan;
“Bahwa bagi orang yang memiliki pembawaan tubuh kurus kering, hendaklah ia tidak bersetubuh dengan istrinya pada musim panas tiba. Sedangkan bagi orang yang memiliki pembawaan tubuh yang mudah (menggigil) kedinginan, sebaiknya keinginan bersetubuh dikurangi ketika musim kemarau dan musim hujan tiba. Dan sebaiknya keinginan bersetubuh itu dihentikan sama sekali ketuka sedang musim pancaroba dan wabah penyakit”
Semua keterangan di atas itu demi tercapainya kepuasan hubungan seksual (orgasme) dari kedua pasangan suami-istri dan kelahiran anak yang sempurna baik fisik atau akalnya dari benih yang dihasilkan dalam persetubuhannya itu.
Sumber: K. H. Misbah Musthofa, terjemah quratu al-‘uyun, hal 101-102, Al-Balagh. 1993.