Dalam sejarah Islam, peran kaum perempuan tidak banyak ditulis dalam kitab-kitab sejarah. Namun jika ditela’ah lebih dalam, banyak sekali kontribusi kaum perempuan di masa-masa awal Islam dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah Sayyidah Hafsah binti Umar, sosok perempuan yang mempunyai kontribusi besar dalam pengumpulan Al-Qur’an dan menjaganya sampai beliau meninggal.
Sayyidah Hafsah merupakan putri Umar bin Khattab yang lahir saat kaum Quraisy merenovasi Ka’bah, lima tahun sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rasul oleh Allah SWT. Hafsah dinikahi oleh Khunais bin Hadzafah, akan tetapi suaminya meninggal saat mengikuti perang Badar bersama Rasulullah SAW.
Sebagai putri Umar bin Khattab, tentu beliau dibesarkan dengan mewarisi sifat-sifat ayahnya, yaitu menjadi sosok perempuan yang pemberani, berkepribadian kuat, cerdas dan tegas dalam berbicara. Beliau juga mempunyai kepandaian membaca dan menulis, yang kemampuan tersebut tidak banyak dimiliki orang pada waktu itu, baik laki-laki maupun perempuan.
Ketika Hafsah ditinggal oleh suaminya, Umar bin Khattab sempat sedih dan galau karena putrinya menjadi janda di usia yang masih muda. Kemudian Umar bin Khattab ingin menikahkan anak perempuannya tersebut dengan Utsman bin Affan dan Abu Bakar as-Shidiq. Namun mereka berdua menolak, karena tahu bahwa Hafsah kelak akan dinikahi oleh Rasulullah SAW.
Sebagai istri Rasulullah SAW yang bisa membaca dan menulis, beliau banyak merekam jejak-jejak Al-Qur’an dari Rasulullah SAW secara langsung, beliau menyalinnya dengan tulisan yang bisa dibaca, kemudian menuliskannya di pelepah kurma dan berbagai media yang ada pada waktu itu. Selain itu, beliau mempertanyakan makna dan maksudnya secara langsung kepada Rasulullah SAW, kemudian mengoreksi lembaran demi lembaran. Dalam hal ini, Sayyidah Hafsah dibimbing langsung oleh Rasulullah SAW.
Pada masa Rasulullah SAW, Al-Qur’an terjaga di dalam dada dan dihafal oleh para sahabat untuk kemudian dituliskan pada pelepah kurma atau lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu kitab khusus. Akan tetapi, ketika Abu Bakar as-Shiddiq menjadi khalifah, para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam peperangan melawan Musailamah al-Kaddzab dan orang-orang yang keluar dari Islam. Hal tersebut kemudian membuat Umar bin Khattab gelisah dan mendesak Abu Bakar supaya mengumpulkan Al-Qur’an supaya bisa tetap terjaga. Pada awalnya, Abu Bakar merasa khawatir karena kalau dijadikan satu, hal tersebut adalah sesuatu yang mengada-ngada karena Rasulullah SAW tidak melakukannya. Atas desakan Umar bin Khattab, Abu Bakar kemudian memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Zaid bin Tsabit yang mendapatkan tugas tersebut, kemudian mengumpulkan dan mencocokkan hafalan para sahabat dengan naskah yang dipunyai oleh Sayyidah Hafsah. Hasilnya kemudian dijadikan satu sesuai dengan urutan diturunkannya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Setelah naskah tersebut terkumpul, Sayyidah Hafsah juga diberi naskah yang dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit dan menjaganya hingga beliau wafat. Naskah yang dibawa oleh Hafsah tersebut, kemudian hari dijadikan acuan oleh Khalifah Utsman bin Affan untuk disempurnakan dan menjadi mushaf resmi Al-Qur’an.
Sebagaimana para istri Rasulullah SAW yang lain, Sayyidah Hafsah adalah sosok perempuan mulia. Bahkan ketika Rasulullah SAW hendak menceraikannya karena kecemburuannya terhadap Sayyidah Mariyah al-Qibtiyah dan tidak bisa menjaga rahasia terkait rumah tangga Nabi, beliau dibela oleh malaikat Jibril. Karena Sayyidah Hafsah adalah perempuan yang berpendirian teguh, dan rajin beribadah, baik itu berpuasa maupun shalat malam. Sebuah kebiasaan yang dilakukannya sampai Rasulullah SAW wafat.
Salah satu jasa besarnya adalah terkumpulnya Al-Qur’an di tangannya setelah mengalami penghapusan. Beliaulah perempuan yang pertama kali menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang, dan pelepah kurma hingga kemudian menjadi sebuah mushaf. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Nisa’/Sayyidat Bait an-Nubuwah, setelah Rasulullah SAW wafat Sayyidah Hafsah binti Umar menjalankan tugas mulia yaitu menghafal dan melestarikan tulisan asli Al-Qur’an dalam lembaran-lembaran pelepah kurma. Beliau terpilih mendapat tugas tersebut karena satu-satunya istri rasul yang pandai membaca dan menulis.
Selain mengumpulkan Al-Qur’an, Sayyidah Hafsah juga banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW, setidaknya ada sekitar 60 hadis, tiga di antaranya bestatus muttafaq alaih.
Sayyidah Hafsah adalah sosok penjaga dokumen Al-Qur’an hingga akhir hayatnya. Beliau adalah sosok perempuan yang fasih melafazkan dan menulis Al-Qur’an. Pada suatu kesempatan, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk menulsikan ayat-ayat Al-Qur’an untuknya. Begitu juga dengan ayahnya, Umar bin Khattab yang menganggapnya sebagai otoritas dalam bidang Al-Qur’an, baik lisan maupun tulisan.
Selain itu, beliau juga sosok yang berhati-hati dan sangat menjaga dalam melepaskan lembaran-lembaran materi Al-Quran kepada khalifah Utsman. Menariknya, Utsman bin Affan menggunakan istilah mushaf untuk mendeskripsikan materi Sayyidah Hafsah.
Hal ini sebagaimana terekam dalam Shahih al-Bukhari, yang disebutkan bahwasanya Hudzaifah bin Yaman datang menghadap Utsman bin Affan. Sepulang dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Ia merasa khawatir melihat perbedaaan orang-orang pada dialek lafaz-lafaz Al-Quran, ia mengatakan: “Wahai Amirul Mukminin, selamatkanlah umat ini sebelum mereka terpecah belah dalam hal Kitab Allah SWT. Seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!” Utsman bin Affan kemudian segera mengirim seseorang kepada Sayyidah Hafsah. “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang, agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya. Lalu kami akan mengembalikannya kepadamu.” Sayyidah Hafsah pun mengirimkan mushaf tersebut.
Sayyidah Hafsah binti Umar adalah salah satu bukti peran kaum perempuan di masa awal-awal Islam, beliau ikut menjaga Al-Qur’an supaya tidak hilang dengan menuliskan dan mengumpulkannya dengan berbagai media yang ada pada saat itu. Hingga kemudian dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq dan disempurnakan pada masa Khalifah Utsman bin Affan hingga sampai kepada kita saat ini.