Suatu kali, nabi bersama sahabat menempati sebuah ruangan. Ternyata setelah diteliti, di dalam ruangan tersebut terdapat hewan-hewan kecil dan kotor semacam kutu yang menggigiti mereka. Para sahabat tersebut kemudian mencela hewan-hewan kecil tersebut, karena dianggap membuat mereka menjadi tidak nyaman.
Menyaksikan hal tersebut, Nabi kemudian menegur para sahabat yang mencela. Nabi dengan tegas melarang para sahabat, serta muslim secara umum untuk tidak mencela, bahkan hal yang menyakitkan dan kotor sekalipun.
Menurut Nabi, para sahabat saat itu seharusnya bersyukur, karena dengan adanya hewan kecil semacam kutu-kutu yang mengigiti mereka, para sahabat menjadi terbangun, teringat Allah dan berdzikir kepadanya.
Kisah tersebut terekam dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath dan Imam Ibn Hajar al-Asyqalani dalam al-Mathalib al-‘Aliyah. Dua riwayat ini diambil dari Ali bin Abi Thalib.
عنْ عَلِيِّ بْنِ أبِي طالِبٍ قالَ: نَزَلْنا مَنزِلًا فَآذَتْنا البَراغِيثُ فَسَبَبْناها، فَقالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لا تَسُبُّوها؛ فَنِعْمَتِ الدّابَّةُ؛ فَإنَّها أيْقَظَتْكُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ
Artinya, “Dari Ali bin Abi Thalib berkata, “Saat kami tinggal di suatu tempat (bersama Rasulullah SAW), kami digigiti hewan kecil (semacam kutu atau rayap), lalu kami mencelanya. Rasulullah SAW pun menegur “Jangan cela hewan-hewan itu. Hewan tersebut adalah hewan yang berkah, karena mereka membangunkan kalian untuk berdzikir kepada Allah SWT.”
Hadis di atas menunjukkan bahwa kita tidak boleh mencela apapun, bahkan hewan-hewan kecil yang menggigiti badan kita. Larangan mencela juga tidak hanya sebatas itu, dalam beberapa riwayat nabi berkali-kali mengingatkan untuk tidak mudah mencela.
Penulis melacak hadis-hadis yang diawali dengan kata “la tasubbu” (jangan mencela) untuk menemukan sabda-sabda nabi yang berkaitan dengan larangan mencela, sekaligus melihat dalam hal apa saja larangan-larangan tersebut disampaikan oleh nabi.
Larangan Mencela Udara (Suhu) Panas
Dalam riwayat al-Thabrani, nabi juga pernah memperingatkan para sahabat yang mencela udara panas yang saat itu melanda daerah tempat tinggal nabi.
عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ، قالَ: سُبَّتِ الحُمّى عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «لا تَسُبُّوها فَوالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنَّها لَتُذْهِبُ ذُنُوبَ المُؤْمِنِ كَما يُذْهِبُ الكِيرَ خَبَثَ الحَدِيدِ»
“Dari Abu Hurairah RA, berkata, “Ketika suhu panas dicela (oleh sahabat nabi) di depan Rasul, Rasul pun bersabda, “Jangan mencela udara panas. Demi Dzat yang menguasai nyawaku, sesungguhnya udara panas itu dapat menghilangka dosa-dosa orang mukmin sebagaimana kira yang menghilangkan kotoran-kotoran di besi.” (H.R al-Thabrani dalam al-Dua al-Thabrani)
Hal penting dalam larangan tersebut sebenarnya bukan hanya sebatas bahwa hawa panas dapat membuat ini dan itu, melainkan perbuatan mencela adalah hal yang kurang baik. Hal ini tentu juga berlaku jika suatu saat ada udara dingin lalu kita pun mencelanya.
Larangan Mencela Angin
Dalam Sunan al-Tirmidzi disebutkan sebuah kisah bahwa Rasulullah SAW melarang untuk mencela angin. Pada saat itu terjadi semacam angin kencang. Para sahabat kemudian mencela angin tersebut karena dianggap merusak dan merugikan. Alih-alih mencela, Rasul malah menganjurkan untuk berdoa.
عن أبي بن كعب، قال: رسول الله – ﷺ -: «لا تسبوا الريح، فإذا رأيتم ما تكرهون فقولوا: اللهم إنا نسألك من خير هذه الريح وخير ما فيها وخير ما أمرت به، ونعوذ بك من شر هذه الريح وشر ما فيها وشر ما أمرت به».
“Dari Ubai bin Ka’ab berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan kalian mencela angin. Jika kalian mendapati angin tersebut merugikan kalian, maka berdoalah, “Allahumma inna nas’aluka min khairi hadzihirrih wa khairi ma fiha, wa khairi ma umirta bihi, wa naudzu bika min syarri hadzihirrih wa syarri ma fiha wa syarri ma umirta bihi.” (H.R al-Tirmidzi)
Larangan Mencela Pendosa
Bagi kita, para pendosa memang sepertinya layak untuk mendapat celaan dan makian. Kita juga sering kali melihat, orang-orang yang dianggap bersalah, bahkan yang belum dibuktikan secara hukum, sudah dicela dan dibully rame-rame di media sosial. Kita menganggapnya seakan biasa saja. Tapi ternyata, bagi nabi, hal seperti itu dilarang.
Nabi pernah memperingatkan orang-orang yang mencela pezina yang sedang dirajam oleh nabi. Namanya Maiz bin Malik. Saat ia dirajam, orang-orang yang ada di sekitarnya pun mencelanya. Nabi lantas melarang perbuatan para pencela tersebut.
عنْ أبِي الفِيلِ قالَ: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ «لا تَسُبُّوهُ» يَعْنِي ماعِزَ بْنَ مالِكٍ حِينَ رُجِمَ
“Dari Abu al-Fil berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan mencelanya”, yakni Maiz bin Malik saat dia dirajam.” (lihat: al-Kunā wal Asmā li al-Daulabi)
Maiz bin Malik ini mungkin bagi kita adalah seperti orang-orang bersalah di media sosial pada umumnya, yaitu berhak kita cela, maki, dan buli, namun bagi nabi ia tetap manusia yang terlarang untuk dicela, meskipun ia telah melakukan dosa. Apalagi jika mereka telah mengakui kesalahan dan bertaubat.
Dalam hadis lain disebutkan, bahwa Maiz bin Malik pun bertaubat, lalu nabi mengampuninya.
ماعِزُ بْنُ مالِكٍ الأسْلَمِيُّ أسْلَمَ، وصَحِبَ النَّبِيَّ ﷺ، وهُوَ الَّذِي أصابَ الذَّنْبَ، ثُمَّ نَدِمَ، فَأتى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، فاعْتَرَفَ عِنْدَهُ، وكانَ مُحْصَنًا، فَأمَرَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، فَرُجِمَ، وقالَ: «لَقَدْ تابَ تَوْبَةً لَوْ تابَها طائِفَةٌ مِن أُمَّتِي لَأجْزَتْ عَنْهُمْ»
“Maiz bin Malik al-Aslami masuk Islam dan menjadi sahabat nabi. Namun ia adalah nabi yang berbuat dosa lalu menyesal. Ia kemudian mendatangi Rasul dan mengakui kesalahannya. Ia mengakui telah berzina (muhsan). Nabi pun memutuskan hukuman rajam untuknya. Nabi lalu berkata, “(Maiz) sungguh telah bertaubat. Jika ada umatku yang bertaubat, maka aku akan mengampuninya.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abu Darda’ menegur orang yang mencela pencuri. Ia malah menganjurkan sang pencela itu bersyukur karena ia telah diselamatkan dari musibah pencurian.
Bayangkan, kepada orang yang berdosa saja, nabi dan para sahabat saha melarang untuk mencelanya, apalagi kepada orang yang tidak salah. Tentu, larangannya akan semakin berat dari pada mencela pendosa.
Larangan Mencela Makanan
Selain ditemukan larangan mencela dengan kata la tasubbu, penulis juga menemukan hadis larangan mencela dengan redaksi lain, salah satunya mā `āba (ماعاب). Salah satu laranga yang menggunakan redaksi ini adalah larangan mencela makanan. Namun hadis ini tidak menceritakan nabi melarang atau menegur siapapun. Hadis ini hanya kesaksian Abu Hurairah atas nabi yang tidak pernah mencela makanan.
عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ قالَ: ما عابَ النَّبِيُّ – ﷺ – طَعامًا قَطُّ، إنِ اشْتَهاهُ أكَلَهُ، وإنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ.
“Dari Abu Hurairah RA, berkata, Rasul SAW tidak pernah mencela makanan. Jika ia menyukainya, ia memakannya, jika tidak, maka ia meninggalkannya.”
Dari beberapa hadis larangan mencela di atas, disimpulkan bahwa, meskipun ada seorang pendosa, ada hal-hal yang merugikan, kita tetap tidak boleh mencelanya. Dari pada mencelanya, kita dianjurkan untuk berdoa dari hal-hal tersebut. (AN)
Wallahu a’lam.