Setelah bencana dahsyat meluluhlantakan Aceh, seorang kiai menemui Gus Dur di pendopo Kabupaten Pasuruan. Saat itu, Gus Dur memang sedang keliling. Saya tidak tahu agendanya apa. Kiai berbadan tambun itu diminta Gus Dur membawa pasukan khusus ke Aceh membantu korban sunami.
Tugas itu diterima tanpa ada pertanyaan yang diajukan. “Saya ditugasi Mbah Dur, ya saya siap saja. Pokoknya siap,” katanya.
Hampir sepekan kiai ini bingung. Bagaimana membawa 100 pasukan yang diminta Gus Dur bisa berangkat ke Aceh. Soal jumlah, tidak ada masalah. Jangankan 100, mau 1000 pasukan juga siap. Hanya saja bagaimana membawa mereka?
Di tengah kebingungan, seorang habib dari Jakarta menemui kiai di rumahnya. Habib ini mengatakan ia diperintahkan Habib Rizieq untuk menyiapkan seluruh kebutuhan pasukan berangkat ke Aceh. “Antum bawa pasukan ke Jakarta. Nanti dari Jakarta kita siapkan seluruh kebutuhan,” begitu katanya.
Akhirnya 100 pasukan itu ditampung dalam satu truk dan berangkat ke Jakarta. Tersisa 90 orang karena yang 10 tepar di tengah jalan. Dan tidak kuat melanjutkan ke Aceh.
Kisah ini saya cukupkan. Sempat dalam obrolan itu saya mau tanya, bagaimana kiai—saya biasa memanggil Gus—bisa mencintai dua orang yang sempat padu? Gus Dur dan Habib Riziq.
Saya mengurungkan tanya, dan hanya ingin mendengar kisah berikutnya.
Habib Rizieq adalah orang yang siap berdiskusi dengan siapa pun. Ia pernah mengisahkan hubungan baiknya dengan Kiai Hasyim Muzadi, Kiai Ma’ruf Amin, bahkan sempat sowan ke Gus Dur di ruang kerjanya di Kramat Raya. Saling cium tangan dan peluk hangat. Terakhir, Kiai Said, Ketum PBNU, meminta secara khusus ke presiden untuk memulangkan Habib Rizieq.
Hari ini sepak terjang FPI terlupakan. Kerja-kerja sosial mereka hampir punah. Ngaji rutinan yang biasa digelar, tak tampak. Justru kelompok PA 212 yang terus bermanuver di lintasan politik dengan membawa nama besar Habib Rizieq, sembari memanfaatkan militansi kader untuk dikerahkan ke jalur kepentingan pembesarnya.
Pada titik ini saya merasa kasihan. Di PA 212 bercongkol orang-orang yang terseret permainan politik murahan. Visi besar FPI yang dirancang Habib Rizieq, pelan-pelan diburamkan.
Dan itu bukan dari luar, tapi dari dalam. Semoga Habib Rizieq dan santri-santri ideologisnya menyadari akan hal itu. Dan sesegera mungkin menarik diri dari PA 212.