Gus Dur’s Day; Remembering Gus Dur’s Wisdom and Legacy Cairo 2024 usai digelar pada Ahad, 28 Januari 2024. Acara yang bertema Humanity and Peace ini diselenggarakan di Andalus Hall, Al-Azhar Conference Center (ACC), Nasr City, Kairo. Tujuannya, untuk mengenang mendiang KH. Abdurrahman Wahid dan meneladani kefigurannya sebagai tokoh bangsa dan agama. Tajuk Kemanusiaan dan Perdamaian dipilih sebagai refleksi terhadap situasi global akhir-akhir ini yang semakin meminggirkan nilai-nilai kemanusian yang membawa kedamaian.
Jalannya acara dimulai dengan pembacaan yasin dan tahlil bersama, pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an dan menyanyikan lagu nasional Biladi-Biladi, Indonesia Raya dan mars Yalal Wathan. Sebelum beranjak menuju sesi utama, Dr. (HC) Lutfi Rauf, MA., memberikan sambutan atas nama Kedutaan Besar Republik Indonesia di Mesir.
Pada sambutannya tersebut, beliau menuturkan tiga hal yang membuat Gus Dur familier sebagai figur yang luar biasa meliputi pergaulan yang lintas preferensi, khazanah keilmuan yang luas, dan selera humor yang tinggi sebagai penyederhanaan pesan agama.
Hj. Alissa Qotrunnada Wahid yang merupakan putri sulung Gus Dur beranjak menuju ke podium untuk memberikan sambutan. Mbak Alissa—begitu sapaan akrabnya—menuturkan bahwa spirit ketauhidan merupakan lokus utama yang mengilhami segenap sikap, pemikiran dan pergerakan brilian Gus Dur selama ini. Beliau juga menyampaikan bahwa melalui al-Azhar inilah, pemikiran Gus Dur telah berhasil menembus batas-batas teritorial negara.
Sambutan selanjutnya datang dari Deputi Grand Imam al-Azhar, Prof. Dr. Syaikh Abdurrahman al-Dluwaini. Melalui sambutannya, beliau menjelaskan bahwa tragedi kemanusiaan yang sampai saat ini terjadi di Palestina adalah bentuk kepicikan dan kebohongan Zionis yang sudah lama tersingkap oleh sejarah. Cepat atau lambat, Palestina akan segera meraih kemerdekaannya. Beliau mengingatkan bahwa relasi antara umat Islam dan Palestina adalah relasi berbasis asas ketauhidan yang berkelanjutan. Sosok nomor dua di al-Azhar itu juga menyampaikan posisi al-Azhar yang akan terus konsisten menjaga marwah Islam sebagai agama yang penuh akan cinta kasih dan kedamaian.
Sambutan terakhir diberikan kepada Prof. Dr. Syaikh Salamah Dawud, Rektor Universitas al-Azhar. Dalam sambutannya, Mantan Dekan Fakultas Bahasa Arab di Itay al-Barud tersebut menyampaikan bahwa secara historis, Mesir dan Indonesia telah lama menjadi mitra keilmuan. Di momen Gus Dur’s Day tersebut, beliau juga menyebutkan bahwa Gus Dur dan Nahdlatul Ulama memiliki posisi yang fenomenal, baik di telinga orang Indonesia maupun di Mesir. Hal itu dibuktikan melalui banyaknya buku yang mendiskusikan keduanya. Di Mesir misalnya terdapat buku “al-Mujaz al-Lathif fi ‘Alaqat Indunisia bi al-Azhar al-Syarif” (Dr. Husam Syakir), “Jamiyat Nahdlat al-‘Ulama wa Dauruha fi al-Da’wah al-Islamiyah di Indonesia” (Taufiq al-Baidlawi), dan “Masirat al-‘Alaqat baina Mishra wa Indunisia”.
Setelah semua selesai menyampaikan sambutan, acara berlanjut menuju sesi utama berupa dialog terbuka bersama Prof. Dr. Syaikh Usamah Sayyid al-Azhari dan Hj. Alissa Qatrunnada Wahid, peluncuran Abdurrahman Wahid Center for Humanity and Islamic Studies (AWCHIS), pembacaan Piagam Kemanusiaan dan Perdamaian, dan seterusnya. Rentetan Gus Dur’s Day yang dihadiri lebih dari 900 mahasiswa Indoensia di Mesir kali ini selesai sore hari selepas Ashar. Semoga antusiasme peserta di tahun ini membawa nafas yang segar bagi panitia pelaksana untuk keberlanjutan acara Gus Dur’s Day di tahun-tahun berikutnya. (AN)
Oleh: Muhammad Jihan Muqodas